Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kota Surabaya, Hajar Sulistiono, mengatakan keempat WNA tersebut terdiri dari warga Belanda dan tiga warga Korea.
"Untuk yang warga Belanda sudah diketahui datanya dan kini bekerja di Bali, sedangkan yang dari Korea masih belum diketahui identitasnya," katanya.
Menurutnya, operasi yustisi kependudukan ini untuk menyikapi perintah Wali Kota Surabaya guna mengantisipasi pendatang penduduk musiman. Dari hasil operasi tersebut, diketahui selain empat WNA juga ada 25 warga non-permanen di Petemon dan 50 warga non-permanen di Banyuurip.
"Dikhawatirkan masuk tahun baru, penduduk lama membawa penduduk baru dari kampung halamannya," katanya.
Untuk itu, pihaknya terus berkoordinasi dengan RT/RW setempat dan juga melakukan pengawasan terhadap keberadaan para pendatang baru. Ia tidak ingin kecolongan dengan masuknya pendatang atau faham teroris yang merusak kawasan ini.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan operasi yustisi pada awal 2018 perlu dilakukan untuk mengantisipasi ledakan urbanisasi yang terjadi di Kota Pahlawan.
Ia mengatakan beberapa tempat yang akan menjadi sasaran operasi yustisi antara lain perumahan, apartemen, dan bantaran sungai. "Yustisi akan kami lakukan, Surabaya kan ada kapasitas maksimumnya," katanya.
Menurut dia, semakin banyak pendatang, maka beban Kota Surabaya semakin berat, mulai dari persoalan tenaga kerja, sampah, air dan lainnya.
"Untuk itu, kami harus lakukan yustisi untuk warga yang memang tidak punya kapasitas dan pekerjaan," ujarnya.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018