Bengkulu (ANTARA News) - Sistranas, Sistem Transportasi Nasional yang sedang disusun Departemen Perhubungan (Dephub) konon lebih mengedepankan faktor keselamatan dan keamanan, bukan hanya untuk mengurangi kecelakaan bahkan jauh menuju zero accident (nol kecelakaan/tanpa kecelakaan). Sepertinya menggembirakan ketika Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, juga mencermati kian mendesaknya tuntutan peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi di tanah air. Menteri Perhubungan pun, dalam sambutannya di seminar Sistranas di Bengkulu baru-baru ini yang dibacakan oleh Staf Ahli Bidang Regulasi dan Keselamatan Perhubungan Zulkarnaen Oeyoeb, mengisyaratkan perlunya audit serta kebijakan yang lebih mengedepankan faktor keselamatan dan keamanan dengan tujuan akhir zero accident atau setidaknya meminimalisir terjadinya kecelakaan. Faktor keselamatan dan keamanan transportasi memang patut menjadi perhatian, mengingat tradisi kecelakaan transportasi di tanah air yang sudah menelan banyak korban jiwa. Data dari Direktorat Transportasi Dephub menyebutkan, dalam kurun waktu 2003-2006, terjadi 602 kasus kecelakaan kereta api, dengan korban luka ringan 318 orang, luka berat 347 orang, dan meninggal 238 orang. Pada periode yang sama, kecelakaan udara mencapai 100 kasus, mengakibatkan korban luka berat 251 orang, dan 161 orang meninggal dunia. Sementara kecelakaan laut terjadi 340 kali, dengan korban luka ringan 370 orang, meninggal 143 orang, dan korban yang dinyatakan hilang 744 orang. Selama 2007, juga sebenarnya tidak sedikit kecelakaan baik transportasi laut, udara maupun keretap api dengan jumlah korban yang ditimbulkan cukup banyak. Dalam musibah terbakarnya kapal Ferry Levina I pada 22 Februari 2007, di Kepulauan Seribu, Jakarta, misalnya, dari 316 penumpang, 51 di antaranya tewas, ditambah satu orang kemeramen sebuah televisi swasta dan dua petugas Puslabfor. Kemudian musibah yang menimpa dua pesawat yakni hilangkanya Adam Air pada 1 Januari 2007 dalam penerbangan dari Jakarta menuju Manado, Sulawesi Selatan via Surabaya. Pesawat yang mengangkut 96 penumpang dan 6 awak itu tiba-tiba hilang di laut sebelah barat Sulawesi. Seluruh penumpangnya dinyatakan tewas. Kemudian pada 7 Maret 2007 kecelakaan kembali terjadi yakni terbakarnya Garuda Indonesia saat melakukan pendaratan di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, 22 orang tewas. Kecelakaan yang dialami kereta api pada tahun ini jauh lebih banyak dibandingkan kapal dan pesawat. Selama 2007 lebih dari 10 kasus kecelakaan baik menabrak kendaan lain seperti motor dan mobil maupun gerbong jatuh akibat rel tidak layak pakai/rusak. Menurut Menhub, ada beberapa hal pokok yang perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan keselataman transportasi itu, di antaranya meninjau ulang (safety audit) setiap desain baru sarana transportasi. Selain itu, pemerintah, lembaga penegak hukum dan sektor swasta perlu melakukan koordinasi dan mengalokasikan lebih besar sumber dana untuk bidang keselamatan. Penyelenggaraan transportasi juga harus memenuhi persyaratan kelaikan, keselamatan, keamanan dan tata tertib lalulitas dengan memperhatikan peraturan perundangan dan konvensi-konvensi internasional yang berlaku dan yang telah diratifikasi. Dephub juga akan terus meningkatkan keselamatan transportasi Barang Berbahaya dan Berancun (B3), dengan melakukan upaya penegakan hukum terkait B3 secara efektif dalam kaitannya dengan bahan, teknologi dan risiko keselamatan bagi seluruh moda transportasi. "Kita juga akan terus meningkatkan kualitas SDM dalam penanganan B3 dan mengimplementasikan standar dan konvensi internasional untuk menangani B3 itu," katanya. Peningkatan keamanan transportasi juga dilakukan guna mendukung pertahanan dan keamanan nasional dengan merencanakan seluruh fasilitas sejauh mungkin sesuai dan dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan. Pencegahan masuknya obat terlarang dan mencegah tindakan teroris juga menjadi perhatian Dephub dalam upaya meningkatkan keselamatan dan keamanana sektor transportasi itu. Prioritas Dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan transprotasi, Dephub lebih mengutamakan bidang perkeretaapian, namun juga tidak mengabaikan angkutan udaran dan laut. "Ya, menteri memang lebih mengutamakan masalah kereta api. Untuk meminimalisir kecelakaan kereta api telah diprogramkan upaya untuk pembenahan sarana prasarana seperti pergantian rel, lokomotif dan gerbong yang tidak layak lagi, tapi udara dan laut pun tidak diabaikan," kata Zulkarnaen Oeyoeb. Kebijakan untuk lebih mengutamakan pembenahan di bidang perkeretapian dinilainya cukup tepat, mengingat intensits kecelakaan yang terjadi selama ini relatif lebih banyak dibandingkan dengan transportasi udara dan laut. Selama 2003-2006 kecelakaan kereta api mencapai 602 kali, dan selama 2007, lebih dari 10 kasus meski dengan jumlah korban relatif sedikit dibandingkan akibat kecelakaan kapal dan pesawat. Kasus kecelakaan kereta api yang terjadi selama 2007, di antaranya anjloknya kereta komuter 241 rute Jakarta-Bojong Gede di jalur 10 Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat pada 2 Januari 2007. Kemudian, pada 16 Januari 2007, rangkaian kereta api Bengawan jurusan Solo-Tanahabang terputus di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Lima orang penumpangnya dilaporkan tewas, ratusan lainnya luka-luka akibat insiden ini. Pada 21 April 2007, kereta api Serayu jurusan Senen-Kroya anjlok di Cilengkrang, Cibatu, Garut, Jawa Barat. Sebanyak tiga gerbong jatuh ke jurang sedalam 30 meter yang ada di pinggiran rel kereta. Dalam kasus ini, 40 orang terluka ringan serta 6 lainnya luka berat. Banyaknya kecelakaan kereta api yang terjadi selama ini antara lain karena usia lokomotif dan gerbong serta rel yang sudah tua. Menhub mengakui sekitar 50 persen lokomotif yang dimiliki PT Kereta Api (PT KA) berusia sangat tua, bahkan ada beberapa di antaranya buatan 1912. "Kenyataan tersebut menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi kecelakaan kereta api," kata Menhub usai meninjau bengkel kereta api Balai Yasa Yogyakarta, belum lama ini. Karena itu, salah satu upaya untuk mengurangi angka kecelakaan kereta api, PT KA melakukan perbaikan secara menyeluruh atau `overhaul` terhadap lokomotif tersebut. Perbaikan total ini dilakukan antara lain untuk mempertahankan penggunaan lokomotif yang sudah berusia tua karena kalau membeli lokomotif baru harganya sangat mahal. Lalu kapan zero accident terwujud?(*)

Oleh Oleh Sambas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007