"Tahapan pembangunan NYIA tidak berhenti sedikitpun dan progresnya terus berjalan. Pembangunan konstruksi fisik bandara sudah berjalan dan akan semakin dikebut pada 2018 ini yang dinyatakan sebagai tahun konstruksi NYIA. Pekerjaan di lapangan dilakukan secara paralel," kata Manajer Proyek Pembangunan NYIA PT AP I Sujiastono di Kulon Progo, Senin.
Ia mengatakan penggarapan airside atau sisi udara yang terdiri dari runway, taxiway dan apron dilakukan sejalan dengan pengerjaan landside atau sisi darat yakni terminal penumpang, perkantoran dan kargo.
Saat ini tengah dilakukan pengolahan dan perataan kontur lahan melalui pengurukan dan pemadatan, sembari pemancangan tiang-tiang konstruksi.
"Kami laksanakan pemancangan dan pekerjaan lainnya jalan terus," katanya.
Namun demikian, ia mengakui proses pembebasan lahan menyisakan sekira 32 bangunan rumah yang sama sekali belum diratakan. Rumah-rumah tersebut milik warga dari Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) yang tidak kunjung merelakan tanahnya dipakai untuk proyek nasional tersebut.
Mereka hingga saat ini pun tetap beraktivitas di dalam rumah masing-masing meski lahan dan bangunan di sekitarnya telah diratakan oleh unit alat berat. Warga menolak keras perintah pengosongan lahan dan bangunan meski Pengadilan Negeri (PN) Wates sudah mengeluarkan putusan ketetapan bahwa ganti rugi aset warga sudah diselesaikan melalui jalur konsinyasi.
"Kami akan membongkar-ratakan apapun yang ada di dalam area rencana bandara sesuai Izin Penetapan Lokasi (IPL), termasuk bangunan hunian yang saat ini masih ditempati warga," katanya.
Hal ini menurutnya harus dipahami warga dan menjadi alasan utama kenapa mereka harus segera pindah lantaran daerah tersebut peruntukannya kini sudah beralih untuk pembangunan bandara, tidak lagi sebagai permukiman.
"Lambat atau cepat akan kita kosongkan. Kita sentuh pada waktu yang tepat, tunggu hari baik. Warga silakan segera ambil uang di pengadilan dan itu bisa dipergunakan bangun rumah atau keperluan lain. Pemerintah daerah juga sudah sediakan rumah susun yang bisa dipakai sampai warga punya rumah," kata Sujiastono.
"Kami laksanakan pemancangan dan pekerjaan lainnya jalan terus," katanya.
Namun demikian, ia mengakui proses pembebasan lahan menyisakan sekira 32 bangunan rumah yang sama sekali belum diratakan. Rumah-rumah tersebut milik warga dari Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) yang tidak kunjung merelakan tanahnya dipakai untuk proyek nasional tersebut.
Mereka hingga saat ini pun tetap beraktivitas di dalam rumah masing-masing meski lahan dan bangunan di sekitarnya telah diratakan oleh unit alat berat. Warga menolak keras perintah pengosongan lahan dan bangunan meski Pengadilan Negeri (PN) Wates sudah mengeluarkan putusan ketetapan bahwa ganti rugi aset warga sudah diselesaikan melalui jalur konsinyasi.
"Kami akan membongkar-ratakan apapun yang ada di dalam area rencana bandara sesuai Izin Penetapan Lokasi (IPL), termasuk bangunan hunian yang saat ini masih ditempati warga," katanya.
Hal ini menurutnya harus dipahami warga dan menjadi alasan utama kenapa mereka harus segera pindah lantaran daerah tersebut peruntukannya kini sudah beralih untuk pembangunan bandara, tidak lagi sebagai permukiman.
"Lambat atau cepat akan kita kosongkan. Kita sentuh pada waktu yang tepat, tunggu hari baik. Warga silakan segera ambil uang di pengadilan dan itu bisa dipergunakan bangun rumah atau keperluan lain. Pemerintah daerah juga sudah sediakan rumah susun yang bisa dipakai sampai warga punya rumah," kata Sujiastono.
Pewarta: Sutarmi
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018