Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan tiga pemerintah daerah siap menerbitkan obligasi daerah yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
"Jawa Tengah siap, Jawa Timur siap, Jawa Barat siap dan ada beberapa daerah lain lagi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso usai peluncuran peraturan mengenai obligasi daerah, obligasi keuangan berkelanjutan atau obligasi hijau (green bonds), dan percepatan proses bisnis (e-registration) oleh OJK di Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, Wimboh masih belum bisa menyebutkan nilai obligasi yang akan diterbitkan ketiga pemda tersebut. OJK akan fokus terlebih dahulu melakukan sosialisasi terkait POJK tentang obligasi daerah sehingga pemerintah, investor, dan semua pihak yang terkait lebih paham.
"Nilainya belum. Kita sosialisasi dulu supaya semua pemda paham, investor paham, pengusaha lain juga paham. Karena yang melakukan proyek kan pasti kontraktor atau pengusaha, yang investasi kan investor, yang `issuer` kan pemda dan nanti harus diperdagangkan di bursa. Jadi ini kolaborasi seluruh instansi dan kita harapkan pemda dapat memanfaatkan ini," ujar Wimboh.
Terkait penerbitan obligasi daerah, OJK mengeluarkan tiga ketentuan, yakni Peraturan OJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang Dokumen Penyertaan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan /atau Sukuk Daerah, Peraturan OJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, dan Peraturan OJK Nomor 63/POJK.04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
Tiga POJK tentang obligasi daerah dan atau sukuk daerah tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur, yaitu selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), juga dari pasar modal melalui penerbitan obligasi daerah dan atau sukuk daerah.
Melalui ekspansi pembiayaan APBD, maka pembangunan infrastruktur dapat dipercepat sehingga dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat dapat segera dirasakan.
"Harapannya begitu kita keluarkan ini, tidak ada kendala lagi karena sudah melibatkan institusi terkait Kemenkeu, Kemendagri, dan juga OJK. Jadi kita sama-sama untuk menghilangkan kendala-kendala itu karena pemda itu secara hirarki ada di bawah Kemendagri, keuangannya ada di Kemenkeu, dan juga kalau pasar instrumennya atau produknya ada di bawah kewenangan OJK," kata Wimboh.
Wimboh menambahkan, nilai obligasi yang diterbitkan pemda nantinya juga bergantung pada `rating` dan juga proyek infrastruktur yang akan ditangani oleh pemda yang bersangkutan. Selain itu, ia juga menyebut potensi gagal bayar (default) oleh pemda bisa dimitigasi.
"Tentu ada kaidahnya, suatu daerah itu berapa `revenue`, `expected revenue`, dan maksimal pembiayaannya. Jadi tidak `unlimited`. Nanti otomatis kan ada `rating`, nah `pricing` tergantung dari hasil `rating`-nya. Kemungkinan default pemda kalau terukur jumlah yang dikeluarkan dan sebanding dengan revenue yang dia punya, kan risiko defautlnya bisa dimitigasi dan diukur. Proyeknya juga dilihat apakah ke depan menghasilkan," kata Wimboh.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017