Jakarta (ANTARA News) - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang Penanganan Terpadu Pencegahan dan Penegakan Hukum di Bidang Ketenagakerjaan di Kantor Kemnaker, Jakarta, Jumat.
"Kerja sama ini meliputi tiga ranah ketenagakerjaan yakni tenaga kerja di dalam negeri yang dinamikanya luar biasa, tenaga kerja di luar negeri dan tenaga kerja asing yang ada di Indonesia," ujar Hanif usai penandatanganan.
Penandatanganan MoU itu akan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama (PKS) antara unit-unit teknis di Kemenaker dan satuan kerja di Polri serta diimplementasikan di lapangan.
"Saya ingin semua di bidang ketenagakerjaan dibersihkan semua yang melanggar hukum atau yang membuat banyak masalah ini biar bisa bersih, kalau Kemnaker bertandem dengan jajaran Polri," kata Menaker.
Menaker mengatakan masalah ketenagakerjaan merupakan persoalan strategis yang membutuhkan perhatian serius dari semua komponen bangsa terutama dari jajaran Pemerintah, karena menyangkut harkat dan martabat manusia.
"Karena itu segala persoalan ketenagakerjaan harus ditangani secara profesional dan proporsional dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai hak azasi manusia dan keadilan," ujarnya.
Lewat perjanjian kerja sama tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan dan Polri saling memberikan data dan/atau informasi tentang adanya indikasi, rencana dan perbuatan pihak-pihak tertentu yang melanggar hukum ketenagakerjaan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan desa.
Namun, Menaker menekankan bahwa kedua instansi akan melakukan pencegahan dan penindakan secara terkoordinasi terhadap pelanggaran hukum ketenagakerjaan dengan mendahulukan tindakan preventif.
Nota kesepahaman itu diharapkan semakin meningkatkan sinergi antara jajaran Kementerian Ketenagakerjaan dan Polri dalam mencegah dan menangani permasalahan tersebut di atas, baik dari tingkat pusat maupun daerah termasuk perlindungan pekerja migran Indonesia.
Menaker mengungkapkan Laporan World Bank pada bulan November 2017 menyebutkan jumlah penduduk Indonesia bekerja di luar negeri pada tahun 2016 sekitar sembilan juta orang.
Kontribusi pekerja migran mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja migran itu sendiri maupun keluarganya, bahkan mampu menyumbangkan devisa bagi negara yang cukup tinggi.
Namun, Hanif mengakui permasalahan pekerja migran juga banyak, misalnya, sebanyak 55 persen pekerja migran Indonesia di Malaysia merupakan pekerja ilegal.
Kondisi itu disebutnya menjadi tantangan pemerintah ke depan, agar modus penempatan pekerja migran ilegal ke Malaysia dan negara lain bisa ditekan.
"Kita juga ingin memastikan orang bekerja ke luar negeri itu benar-benar aman dan manfaatnya bisa dioptimalkan," kata Menteri Hanif.
Sementara Kapolri Tito Karnavian mengatakan nota kesepahaman menjadi landasan Kemnaker dan Polri untuk memperkuat perlindungan dan pengawasan di bidang ketenagakerjaan.
Kapolri menyebut Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara dominan yang harus memenuhi tiga syarat yakni angkatan kerja yang besar, sumber daya alam melimpah dan luas wilayah besar.
Dari tiga syarat tersebut kata Kapolri, tidak banyak negara di dunia yang memiliki syarat menjadi negara dominan. Dari 193 negara anggota PBB, yang memiliki syarat di antaranya Cina, AS, Rusia, Brazil, Indonesia, Afrika Selatan dan India.
Ia mencontohkan Singapura adalah salah satu negara sejahtera di Asia Tenggara, tetapi tidak akan pernah menjadi negara dominan di bidang ekonomi karena angkatan kerjanya kecil, tidak memiliki sumber daya alam dan luas wilayahnya kecil.
"Demikian pula Australia negara besar wilayahnya besar, SDA melimpah. Tapi sulit juga menjadi negara dominan secara ekonomi karena angkatan kerjanya kecil," lanjut mantan Kapolda Metro Jaya tersebut.
Pewarta: Arie Novarina
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017