"Pergerakan warga di Jabodetabek ini sudah enggak sehat, sudah aneh, warga sudah nyaman dengan kondisi macet yang penting dengan mobil pribadi," kata Bambang dalam peluncuran JA Connexion di Mall Pondok Indah, Jakarta, Kamis.
Karena itu, Bambang mengatakan penyediaan armada angkutan umum yang laik dan eksklusif saja tidak cukup, tetapi juga harus didorong.
"Pertama memang menyediakan sarananya dulu karena orang akan protes kalau disuruh pindah ke angkutan umum, tapi angkutannya enggak ada, tapi kalau sudah ada angkutannya tetap tidak mau pindah, terpaksa harus kita `push," katanya.
Menurut dia, penggunaan bus cenderung menurun, sementara sepeda motor dan kendaraan pribadi terus meningkat di mana porsi penggunaan angkutan umum (moda share) masih 25 persen.
Untuk itu, Bambang mengatakan pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan porsi penggunaan angkutan umum dari 25 persen menjadi 50 persen di 2019.
Artinya baru sekitar enam juta pergerakan yang menggunakan angkutan umum, sementara 47 juta pergerakan menggunakan kendaraan pribadi.
"Kita harus segera membenahi ini karena pertumbuhan ekonomi sangat bergantung sekali dengan transportasi, ini akan menjadi bahaya apabila sudah semakin macet, masyarakat enggak melakukan perjalanan, akibatnya tidak ada pergerakan, ekonomi mandeg," katanya.
Dia menuturkan upaya yang dilakukan adalah bukan mencari permintaan, tetapi menciptakan permintaan, seperti menyediakan akses bus di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, seperti pusat perbelanjaan, permukiman dan hotel-hotel.
"Kami tidak bergantung pada permintaan, tetap kami menciptakan permintaan," ujar dia.
Bambang menyebutkan sepanjang 2017 sudah 200 bus yang disediakan oleh Kementerian Perhubungan melalui BPTJ yang dioperasikan dengan rute-rute strategis dengan JA dan JR Connexion.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017