"Hal ini penting, selain untuk menjaga netralitas kedua institusi negara, juga agar tidak mencederai proses demokrasi," ujar Anggota Divisi Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Uthe Pellu di Jakarta, Kamis.
Terkait dengan itu, dia menjelaskan bahwa Komandan Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail yang akan maju pada Pilgub Maluku 2018, sudah sepantasnya melepaskan jabatannya, sebagaimana yang telah dilakukan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Edy Rahmayadi yang memilih untuk bersaing di Pilgub Sumatera Utara mendatang.
"Panglima TNI dan Kapolri harus mengambil sikap tegas pada kasus-kasus ini, jika tidak maka kedua institusi tersebut dianggap terlibat dalam eskalasi politik praktis," kata Uthe.
"Bagi publik, asas netralitas merupakan asas yang melekat pada setiap prajurit saat diambil sumpah dan janjinya," tambah dia.
Hingga saat ini, Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi telah mendapatkan dukungan Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional untuk maju sebagai calon gubernur Sumut.
Pada pilkada mendatang, dia juga telah dipasangkan dengan tokoh muda Sumatera Utara, Musa Rajekshah.
Sementara itu, dukungan untuk Irjen Murad Ismail telah dideklarasikan Partai Nasdem, PDI Perjuangan, serta PPP.
Pada Pilkada Maluku 2018, Murad Ismail akan dipasangkan dengan Barnabas Orno, yang saat ini menjabat sebagai Bupati Maluku Barat Daya.
Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017