Banda Aceh (ANTARA News) - Dalam tujuh tahun terakhir, 102 orangutan, sebagian besarnya pernah dipelihara masyarakat, dilepasliarkan kembali di hutan Jantho, Aceh Besar, yang masuk kawasan cagar alam.
Kepala Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatra Jantho Mukhlisin di Jantho, Aceh Besar, Kamis, menyatakan, kondisi orangutan yang dilepasliarkan tersebut kini sudah mampu beradaptasi.
"Kondisi orangutan yang dilepasliarkan tersebut sudah mampu beradaptasi dengan alam. Bahkan, kami mencatat ada dua kelahiran sejak cagar alam ini menjadi tempat lokasi pelepasliaran orangutan di Aceh," kata dia.
Mukhlisin menyebutkan, dari 102 orangutan yang dilepasliarkan tersebut, 88 individu di antaranya merupakan orangutan yang pernah dipelihara masyarakat. Sedangkan 14 individu merupakan orangutan relokasi.
Menurut Mukhlisin, sebelum 88 individu orangutan yang pernah dipelihara tersebut dilepasliarkan, semuanya harus melalui program reintroduksi. Artinya, mereka dikenalkan dengan alam serta mengembalikan sifat liarnya.
"Orangutan tersebut selama dipelihara masyarakat ditempatkan di kandang. Bahkan, ada yang dipelihara sejak bayi. Jika ini dilepasliarkan, tentu akan menimbulkan masalah," sebut dia.
Oleh karena itu, orangutan tersebut dikenalkan dengan hal terkait dengan kehidupan dialami. Seperi dikenalkan makanan hutan, seperti buah-buahan, termasuk diajarkan membuat kandang.
"Reintroduksi ini harus dilakukan karena selama ini orangutan tersebut diberi makanan yang dihidangkan. Bahkan, ada orangutan sering diberi nasi saat dipelihara. Karena itu, mereka harus dikenalkan kembali dengan habitat dan sifat liarnya," ungkap Mukhlisin.
Mukhlisin mencontohkan reintroduksi seekor orangutan diberi nama Diana. Orangutan betina berusia tujuh tahun ini pernah dilepasliarkan, tetapi kembali lagi karena belum mampu beradaptasi di tempat tinggal barunya.
"Diana ini orangutan yang dipelihara masyarakat sejak bayi. Pada 2016, Diana pernah dilepasliarkan, tetapi kembali lagi. Dan pekan lalu, Diana dilepasliarkan lagi. Hasil pantauan kami, Diana sudah mampu beradaptasi," katanya.
Berbeda dengan orangutan relokasi, sebut dia, orangutan ini dipindahkan ke Cagar Alam Jantho karena habitat sebelum sudah rusak atau berubah fungsi menjadi perkebunan. Orangutan relokasi ini sudah memiliki sifat liar dan kemampuan alaminya.
"Kalau orangutan relokasi tidak butuh reintroduksi. Mereka hanya butuh adaptasi. Pelepasliaran baru bisa dilakukan setelah kesehatan orangutan dinyatakan sehat," jelas Mukhlisin.
Terkait dengan kematian orangutan, Mukhlisin menyebutkan dari 102 individu yang telah dilepasliarkan serta dua kelahiran, hanya 14 ekor yang mengalami kematian. Kematian orangutan tersebut sebagian besarnya disebabkan masalah pencernaan.
Ini terjadi karena orangutan tersebut diberi makanan seperti makanan manusia saat dipelihara warga bertahun-tahun lamanya. Ketika dilepasliarkan, pencernaannya sepertinya sulit beradaptasi dengan makanan alami orang utan, kata dia.
"Kami berusaha menyelamatkan setiap orangutan tersebut. Setiap orangutan yang dilepasliarkan di Cagar Alam Jantho terus dipantau kondisinya. Pemantauan untuk memastikan program reintroduksi setiap individu orangutan berhasil dilakukan," pungkas Mukhlisin.
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017