Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2009-2014 Boediono mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis.
Boediono, yang mengenakan baju batik lengan pendek warna cokelat, tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.50 WIB.
KPK belum menyampaikan keterangan mengenai kedatangan Boediono, yang juga menyatakan belum bisa memberikan penjelasan spesifik mengenai kedatangannya ke kantor KPK.
"Belum tahu, kan saya baru datang. Nanti ditanya apa saya kan tidak tahu," kata Boediono.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Boediono akan diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Kasus Syafruddin terkait pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
SKL itu diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang meski baru melunasi 30 persen dari kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Syafruddin mengusulkan SKL itu disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam perkembangannya, berdasarkan audit investigatif BPK RI kerugian keuangan negara kasus indikasi korupsi terkait penerbitan SKL terhadap BDNI menjadi Rp4,58 triliun.
KPK telah menerima hasil audit investigatif BPK tanggal 25 Agustus 2017 mengenai perhitungan kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara tercatat Rp4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.
Dari hasil audit investigatif BPK itu disimpulkan adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, karena SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan.
KPK telah menetapkan Syafruddin sebagai tersangka pada April 2017. Syafruddin sempat mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun Hakim Tunggal Effendi Mukhtar menolak seluruh permohonan praperadilan yang dia ajukan pada 2 Agustus 2017. KPK menahan Syafruddin pada Kamis (21/12) di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK untuk 20 hari ke depan.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017