Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia telah memberikan mandat kepada Menteri Perdagangan supaya mampu meningkatkan ekspor nonmigas dengan melirik pasar nontradisional sebagai sebuah peluang yang harus dikembangkan.
Pasar ekspor nontradisional merupakan negara-negara tujuan ekspor baru atau yang masih memiliki peluang besar untuk dipicu nilai perdagangannya. Beberapa negara yang bisa masuk dalam kategori pasar ekspor nontradisional antara lain adalah Nigeria, Afrika Selatan, Rusia, Armenia, Chile dan lainnya.
Posisi Menteri Perdagangan pernah diduduki oleh Rachmat Gobel, yang kemudian digantikan oleh Thomas Lembong pada pertengahan 2016. Masa jabatan Thomas pun juga tidak lama, 11 bulan menjabat, dia digantikan oleh Enggartiasto Lukita.
Meski jabatan menteri tersebut sudah berganti tiga kali, pesan yang disampaikan oleh Presiden masih sama. Pekerjaan rumah besar yang diberikan Jokowi untuk Menteri Perdagangan cukup berat, yakni mendorong ekspor nonmigas ke pasar nontradisional.
Enggartiasto, sepanjang 2017 mulai memetakan pasar-pasar negara tujuan ekspor baru tersebut. Rencananya, pasar nontradisional tersebut akan dirangkul dengan perjanjian kerja sama perdagangan bilateral, multilateral maupun antar kawasan. Setidaknya, tahun ini ada tiga perjanjian kerja sama internasional yang ditargetkan rampung.
Diplomasi perdagangan yang terus digencarkan oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla akhirnya mulai berbuah. Setidaknya, satu dari tiga perjanjian kerja sama internasional telah ditandatangani pada Desember 2017. Indonesia dan Republik Chile sepakat mengikat diri dengan Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (CEPA) Perdagangan Barang.
Pada 14 Desember 2017, kedua negara menandatangani Indonesia-Chile CEPA Trade in Goods di Santiago, Chile. Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Enggartiasto dan Menteri Luar Negeri Chile Heraldo Munos Valenzuela, dan akan menghapuskan tarif bea masuk untuk 7.669 pos tarif atau hampir 90 persen dari seluruh pos tarif Chile.
Selain itu, Chile juga memberikan pengurangan tarif sebesar 50 persen untuk 199 produk lainnya, atau setara dengan 6,1 persen nilai ekspor Indonesia ke Chile. Tercatat, total perdagangan Indonesia dan Chile pada 2016 hanya sebesar 227 juta dolar AS, di mana dari total nilai tersebut ekspor Indonesia sebesar 143,8 juta dolar AS dan impor 83,3 juta dolar AS.
Sementara itu, dari sisi Indonesia, akan ada penghapusan tarif bea masuk sebesar nol persen terhadap 9.308 pos tarif Indonesia, yang mencakup 93,1 persen ekspor Chile. Indonesia juga memberikan pengurangan tarif sebesar 25-50 persen untuk 590 produk lainnya.
Dalam wawancara dengan Antara di Santiago, Chile, pekan lalu, Enggartiasto mengatakan bahwa proses perundingan CEPA antara Indonesia dengan Chile merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo dan merupakan negosiasi yang paling cepat diselesaikan oleh kedua negara.
"Presiden Joko Widodo mengingatkan saya, Chile merupakan salah satu pasar nontradisional yang harus segera diselesaikan. Proses ini tidak bisa sepihak, tergantung dari mitra. Chile merupakan yang tercepat, hanya lima putaran pada 2017," ujar Enggartiasto.
Sesungguhnya, kedua negara telah menyetujui untuk membentuk CEPA pada 2006, dan dilanjutkan dengan Joint Study Group (JSG) pada 2009. pada 2010-2012, kedua negara memulai perundingan hasil dari JSG tersebut.
Dalam pertemuan Kepala Negara pada APEC Vladivostok 2012, Indonesia-Chile sepakat untuk meningkatkan kerja sama bilateral, yang dilanjutkan dengan pertemuan pranegosiasi IC CEPA pada Februari 2012. Selanjutnya, pada April 2013, kedua negara sepakat untuk menandatangani Joint Statement dan Term of Reference (TOR) IC-CEPA di Surabaya.
Perundingan IC-CEPA pertama kali dilakukan di Santiago, Chile pada Mei 2014. Namun, perundingan tersebut terhenti karena Indonesia memasuki masa transisi pergantian pemerintahan dari kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo.
Pintu Masuk
Dilihat dari kinerja perdagangan, pangsa pasar Chile memang tidak terlalu besar. Total penduduk Chile kurang lebih sebanyak 18 juta jiwa dan jarak yang cukup jauh dari Indonesia, menjadikan negara tersebut dipandang sebelah mata oleh pelaku usaha dalam negeri.
Berdasar catatan Kementerian Perdagangan, dalam periode lima tahun terakhir periode 2012-2016, tren perdagangan antara Indonesia dan Chile mengalami penurunan sebesar 12,09 persen. Total perdagangan pada 2012 tercatat sebesar 381,99 juta dolar AS, sementara pada 2016 turun menjadi 227,15 juta dolar AS atau 29,28 persen.
Namun, jika dilihat dengan kacamata yang lebih luas, Chile bisa dimanfaatkan sebagai pintu masuk produk Indonesia ke wilayah Amerika Selatan. Chile juga menjalin kerja sama dengan Pacific Alliance yang beranggotakan Kolombia, Meksiko dan Peru dengan potensi pasar kurang lebih sebanyak 214 juta jiwa.
Menteri Luar Negeri Chile Heraldo Munos Valenzuela mengatakan bahwa pemerintah Chile membuka diri kepada Indonesia untuk meningkatkan kinerja perdagangan. Dengan kondisi tersebut, diharapkan pelaku usaha baik dari Indonesia maupun Chile bisa memanfaatkan IC-CEPA tersebut.
"Dunia semakin kompleks, banyak proteksi. Chile berkomitmen untuk terbuka, dan harus dimanfaatkan pelaku usaha. Chile melihat Indonesia sebagai pemain utama di ASEAN," kata Munos, pada Forum Bisnis Strengthening Indonesia-Chile Bilateral Trade Relations, di Santiago, Chile, Kamis (14/12) waktu setempat.
Impor utama Chile dari dunia antara lain adalah otomotif untuk kendaraan dan suku cadang, bahan bakar minyak dan gas, telepon seluler, daging sapi, komputer, pesawat atau helikopter, obat-obatan dan ban. Peluang tersebut setidaknya harus bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha dalam negeri.
Peluang yang harus diambil oleh pelaku usaha adalah, memanfaatkan Chile sebagai hub dan pintu masuk untuk produk Indonesia ke kawasan Amerika Selatan. Beberapa pertimbangan utama antara lain adalah Chile berada di sebelah barat daya Benua Amerika Selatan berbatasan langsung dengan Peru, Argentina dan Bolivia.
Selain itu, Chile memiliki pelabuhan skala internasional yang tersebar dari utara hingga ke selatan, dan menghubungkan seluruh wilayah seperti San Antonio, Iquique, Punta Arenas, Valparaiso, dan Arica. Bahkan, Pelabuhan Iquique dan Punta Arenas sudah dilengkapi dengan fasilitas free economic zone.
Peluang Pasar
Beberapa komoditas yang setelah proses ratifikasi IC-CEPA mendapatkan tarif nol persen tersebut antara lain adalah, alas kaki di mana dari 36 pos tarif sebanyak 29 di antaranya akan mendapatkan tarif nol persen saat CEPA berlaku. Sementara sisanya akan dihapuskan secara bertahap dalam kurun waktu 5-7 tahun.
Selain itu, peralatan militer seperti tank dan kendaraan tempur akan dibebaskan bea masuk, sementara untuk senjata api akan diturunkan bertahap selama tujuh tahun. Untuk produk furnitur, sebanyak 162 pos tarif kayu dan barang dari kayu akan dikenakan bea masuk nol persen dalam tujuh tahun, di mana 141 pos tarif lainnya langsung turun menjadi nol persen saat IC-CEPA berlaku.
Kementerian Perdagangan dalam rangkaian program Misi Dagang ke Chile, mempromosikan produk-produk dalam negeri dan memetakan kebutuhan pasar Chile, serta menggali potensi kebutuhan produk untuk negara-negara Amerika Latin dengan memfasilitasi pengusaha Indonesia bertemu dengan pelaku usaha Chile.
"Potensi transaksi yang diperoleh para pengusaha Indonesia dalam misi dagang ini mencapai sebesar 735 ribu dolar AS," kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Arlinda.
Dalam kesempatan tersebut, pelaku usaha asal Indonesia Home Fashions Erry Mahardika mengatakan bahwa dalam One on One Business Matching tersebut setidaknya terdapat enam pengusaha lokal Chile yang berminat atas produk furnitur dan home decor buatan Cirebon tersebut.
"Ada potensi transaksi kurang lebih mencapai 120 ribu dolar AS untuk produk furnitur, ini untuk segmentasi menengah ke atas. Potensi Chile memang besar, pelaku usaha masih menunggu proses ratifikasi kesepakatan kedua negara," kata Erry.
Dengan ditandatanganinya IC-CEPA tersebut, diharapkan mampu menjadi jembatan dan mendekatkan perekonomian yang selama ini dianggap kurang potensial serta memiliki biaya logistik tinggi. Selama ini, wilayah Amerika Latin termasuk Chile bukan merupakan negara tujuan ekspor yang populer bagi kalangan pelaku usaha di Indonesia.
Enggartiasto menambahkan, jika dimanfaatkan dengan baik, maka IC-CEPA bisa meningkatkan nilai perdagangan kedua negara dalam kurun waktu yang relatif singkat. Berkaca dari Vietnam, total perdagangan kedua negara tersebut sudah berada pada kisaran 1-1,2 miliar dolar per tahun.
"Jika dilihat, potensinya sangat besar. Diharapkan, satu tahun setelah ratifikasi, total nilai perdagangan Indonesia dengan Chile bisa mencapai angka tersebut," tutup Enggartiasto.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017