Surabaya (ANTARA News) - Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Kota Surabaya mendongkrak perekonomian warga yang terkena dampak alih fungsi lokalisasi Dolly dan Jarak.
Salah satunya dengan cara menggelar pelatihan ketrampilan usaha atau bekerja sama dengan sejumlah pihak.
Sejak penutupan lokalisasi pada empat tahun silam, hingga kini sudah ada 2.000 lebih warga di wilayah eks lokalisasi yang telah mengikuti pelatihan yang diberikan Pemkot Surabaya.
Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya Nanis Chairani mengatakan warga yang tinggal di kawasan eks lokalisasi memiliki hak yang sama dengan warga yang tinggal di wilayah lainnya (luar lokalisasi) dalam hal mendapatkan perhatian dari dinas nya.
"Mereka berhak untuk mengikuti program kami, salah satunya pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan-pelatihan," kata Nanis Chairani.
Berdasarkan data di Dinas P5A, selama rentang 2013 hingga 2016, sudah ada 2.150 warga dari tiga kawasan terdampak penutupan lokalisasi yang telah mengikuti pelatihan.
Rinciannya di kawasan eks lokalisasi Sememi Klakahrejo ada 275 orang, lalu di Dupak Bangunsari ada 750 orang dan di Dolly (Putat Jaya) ada 1.125 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 persen hingga kini masih eksis usahanya.
"Yang paling menonjol adalah warga dari Dolly seperti usaha makanan (samiler), kaos, dan tempe," ujarnya.
Padahal, kata dia, sebelum penutupan lokalisasi, warga di kawasan Dolly kurang berminat menyambut tawaran pelatihan yang diberikan Pemkot Surabaya.
Saat itu, warga di sana lebih berminat untuk menggeluti usaha yang berkaitan dengan praktik lokalisasi seperti menjadi juru parkir, membuka warung ataupun laundry karena merasa bisa mendapatkan uang dengan cara mudah. Sementara, ada banyak warga di luar Putat Jaya yang sudah mengikuti pelatihan.
Setelah penutupan lokalisasi Dolly dan dilakukan pendekatan dan dorongan dari Dinas P5A, barulah warga di Putat Jaya tergerak untuk mengikuti pelatihan. Mereka diubah pola pikirnya agar mau menjadi lebih berdaya dengan keahlian yang mereka miliki melalui usaha.
Pemkot juga dibantu oleh dunia usaha yang memberikan Corporate Social Resposibility (CSR) nya. Dan dalam perjalanannya, warga di Putat Jaya ternyata lebih cepat dalam menyerap keahlian yang diberikan personel dari Dinas P5A.
Nanis mengatakan mereka sangat cepat menguasainya lebih dari mereka yang sudah belajar lebih dulu. Goresan, desain dan warna batik yang mereka hasilkan cukup bagus. Harganya pun fantastis, selembar bisa Rp10 juta, sementara lainnya masih di kisaran ratusan ribu.
Tidak hanya berupa pelatihan, Pemkot Surabaya juga melakukan pendampingan agar warga jadi lebih berdaya secara ekonomi, seperti yang sudah berproduksi, dibantu untuk pemasaran produknya.
Pemkot Surabaya sudah punya etalase untuk pemasaran produk seperti di Balai Kota Surabaya, Terminal Purabaya, Royal Plaza dan juga di sentra UKM Dinas Perdagangan dan Perindustrian.
"Kami juga mengikutkan mereka ke pameran di luar kota maupun di luar pulau. Tentunya kami seleksi produk yang memang terbaik. Bagi yang belum bagus terus kami dorong," kata Nanis.
Hingga kini, Pemkot terus melanjutkan pendampingan dengan cara diarahkan untuk bergabung dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan Pemkot Surabaya yakni Pahlawan Ekonomi yang lebih diarahkan untuk ibu rumah tangga dan Pejuang Muda bagi mereka yang berusia lebih muda.
"Bagi warga yang berminat mengikuti pelatihan usaha, bisa datang langsung ke Kaza (Kapas Krampung Plaza) pada setiap akhir pekan," katanya.
Kerja Sama
Untuk mendongkrak perekonomian warga eks lokaliasasi Dolly, Pemkot Surabaya menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi yakni melalui program Campus Goes to Kampung.
Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas Sosial Kota Surabaya Rosalia Retno Bintarti mengatakan Dinsos bersinergi dengan beberapa perguruan tinggi di Surabaya untuk secara bersama fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat di kampung atau kawasan eks lokalisasi.
Untuk saat ini ada empat perguruan tinggi di Surabaya yang ikut terlibat dalam program Campus Goes to Kampung ini yakni Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Airlangga (Unair), Universitas 17 Agustus (Untag) dan Universitas Kristen Petra.
Menurut dia, kampus-kampus tersebut fokus pada pemberdayaan masyarakat di kawasan eks lokalisasi sesuai keahlian masing-masing. Setelah melakukan survei, saat ini mereka fokus di kawasan eks lokalisasi Dolly karena di sana yang terbesar dari beberapa kawasan eks lokalisasi di Surabaya.
Rosalia mencontohkan ITS fokus pada penelitian yang bisa membantu UKM di kawasan Putat Jaya, sementara Untag lebih pada pemberian pelatihan keterampilan usaha kepada warga. Sedangkan UK Petra condong untuk fokus pada kondisi sanitasi dan keindahan kawasan tersebut melalui program WC komunal dan mural.
"Kalau Unair memberikan pelatihan manajerial pembukuan," ujarnya.
Program Campus Goes to Kampung ini mendapat apresiasi positif dari pihak kampus. Perwakilan dari Pusat Studi Potensi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat ITS Setiawan mengatakan program ini selaras dengan salah satu kewajiban kampus yakni tugas pengabdian kepada masyarakat.
Untuk itu, lanjut dia, ITS menyambut baik sinergi dengan Dinsos untuk berbuat kepada masyarakat. "Untuk pengabdian di masyarakat ini, kami punya ring 1 yakni tiga kelurahan di dekat kampus dan ring 2 di Surabaya kami fokus di eks lokaliasi Dolly dulu. Kami menggali potensi masyarakat, apa usaha yang dimaui yang berdampak pada peningkatan ekonomi," ujarnya.
Setiawan menyebut pihaknya akan mencoba mengembangkan UMKM yang tengah tumbuh di Putat Jaya seperti halnya membuat bank desain batik.
Pameran
Sejumlah produk usaha warga eks lokalisasi Dolly dipamerkan di acara "Dolly Saiki Expo" 2017 yang digelar Pemerintah Kota Surabaya di Jalan Putat Jaya Gang Lebar, Sawahan, Kota Surabaya beberapa waktu lalu.
Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Kota Surabaya Anak Nanis Chairani mengatakan acara "Dolly Saiki Fest" 2017 ini menjual beragam produk usaha warga eks lokalisasi Dolly mulai dari batik, sepatu, kerajinan tangan hingga makananan.
"Acara tersebut didukung penuh oleh warga Dolly yang berjualan berbagai karya atau usaha yang telah dirintisnya selama ini," katanya.
Melalui "Dolly Saiki Expo" itu, ia berharap perekonomian di kawasan eks lokalisasi Dolly terus berkembang. Nanis mengatakan memang sulit bagi mereka untuk bisa pameran, namun dengan kegigihannya mereka berhasil dan ternyata tidak mengecewakan dan usahanya semakin laris.
Menurut Nanis, "Dolly Saiki Expo" itu diikuti oleh 50 pelaku usaha di Kecamatan Sawahan, Surabaya. Setiap harinya, di acara tersebut dihibur oleh berbagai macam penampilan yang berbeda-beda.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengaku senang karena "Dolly Saiki Expo" mendapat dukungan dari warga eks lokalisasi Dolly.
"Sekali lagi ini sangat mempercepat transformasi kawasan Dolly menjadi kawasan yang bisa menyenangkan untuk warga dan warga Kota Surabaya," ujarnya.
Wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu memastikan berbagai program sudah dilakukan dan sudah berjalan di kawasan eks lokalisasi itu. Terbukti dengan berjalannya UKM-UKM yang mulai nampak, seperti batik khas Dolly yang sudah mulai menerima banyak pesanan.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017