Jakarta (ANTARA News) - Dalam peringatan ulang tahun ke-62 Piagam Jakarta, 14 tokoh dan eksponen Islam menandatangani surat pernyataan yang meminta Pemerintah dan DPR selaku pembentuk Undang-Undang untuk menyesuaikan segala peraturan perundangan yang akan disusun dengan isi dan jiwa Piagam Jakarta. Pernyataan yang ditandatangani di Jakarta, Kamis itu menyebutkan bahwa Piagam Jakarta yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 75/1959 tersebut masih merupakan sumber hukum (konsideran juridis) Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Keempat belas tokoh Islam tersebut antara Sumargono, Abdul Rosyid, Cholil Ridwan, Zaenal Ma`arif, Ridwan Saidi, Fadli Zon, Amran Nasution, Ari Syeif Assad, Carum Widodo S, Ahmad Muzani, Fahmi Fachruddin, Iqbal Siregar dan Yunasdi. Sementara kesimpulan bahwa Piagam Jakarta tetap merupakan sumber hukum tersebut dituangkan dalam buku karangan Direktur Indonesia Democracy Watch Ridwan Saidi berjudul "Piagam Jakarta: Tinjauan Hukum dan Sejarah" yang diluncurkan pada hari yang sama. Dalam bedah buku yang diselenggarakan oleh Komite Indonesia Untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) di Hotel Sahid, Jakarta, Ridwan Saidi menyatakan bahwa Piagam Jakarta masih berlaku sebagai sumber hukum karena merupakan bagian integral dari UUD 1945, meskipun telah diganti menjadi Pembukaan UUD 1945 dengan menghilangkan tujuh kata yaitu "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya". "Kita bukan menuntut Piagam Jakarta diberlakukan kembali karena sudah berlaku, kita hanya menuntut agar segala peraturan perundangan dan yang akan disusun untuk disesuaikan dengan Piagam Jakarta," kata Ridwan. Sementara itu, untuk memberlakukan Piagam Jakarta dalam tata hukum Indonesia bukanlah hal yang mudah, demikian menurut mantan Ketua LBH Munarman yang membedah buku tersebut. "Konsekuensi dari pemberlakuan Dekrit tersebut adalah perombakan dalam tiga hal utama yaitu tata pemerintahan, bidang hukum dan ekonomi," katanya. Ia mencontohkan bahwa saat ini peraturan syariah yang diterapkan di beberapa daerah di tanah air masih mendapatkan hambatan dalam pelaksanaannya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007