Washington (ANTARA News) - Puisi digoreskan di mangkuk "styrofoam" dan ditulis dengan pasta gigi oleh narapidana di penjara teluk Guantanamo akan diterbitkan dalam buku, kata penerbitnya hari Rabu. "Puisi dari Guantanamo: Tahanan Bicara", yang diterbitkan University of Iowa Press, memuat 22 karya dari 17 tawanan di penjara teluk Guantanamo, Kuba. Karya tersebut dikumpulkan seorang pengacara sukarela bagi tahanan dan diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris di bawah pengawasan ketat Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Sebagian besar tawanan penulis puisi itu masih berada di teluk Guantanamo. Penyunting buku tersebut adalah Marc Falkoff, mahaguru hukum dari Illinois sekaligus pengacara bagi 17 tawanan Guantanamo. Dia mengatakan, sebagian besar dari mereka sebelumnya tidak pernah menulis puisi. Falkoff mendapatkan puisi itu dari klien, lalu timbul pemikirannya untuk menerbitkan karya tersebut. Puisi itu dianggap bukan rahasia oleh markas besar angkatan bersenjata Amerika Serikat, Pentagon. "Mereka mencoba memahami keadaan, banyak di antara mereka secara naluriah merenungkan keadaan mereka, tentang keadilan," kata Falkoff seperti dikutip AFP. "Mereka memperlihatkan kekecewaan terhadap Amerika Serikat, sebagian lagi memperlihatkan kemarahan, lalu banyak tentang nostalgia dan kerinduan pulang," katanya. Karya berjudul "Puisi Kematian", ditulis Bahraini Jumah Dossari (33 tahun), mencerminkan keadaannya di penjara tentara Guantanamo sejak awal 2002. Ambil darahkuAmbil kafan kematianku dan sisa tubuhku.Potretlah jasadku di kuburan,kesepian. Kirimkan kepada dunia,Kepada para hakim danKepada orang-orang yang punya nurani,Kirimkan kepada laki-laki teguh dan adil "Kami kira puisi itu sangat penting untuk diterbitkan," kata Allison Thomas, dari University of Iowa Press, yang akan mencetak lima ribu buku pada Agustus. Amerika Serikat menahan hampir 800 tawanan "perang melawan teror" di Guantanamo sejak 2002. Sekitar 380 di antaranya masih ditahan dan kebanyakan dari mereka belum dikenai dakwaan apa pun. Falkoff mengatakan, tidak ada tawanan menulis puisi untuk diterbitkan. "Menerbitkan puisi adalah cara lain agar masyarakat dapat mendengar suara tahanan," katanya. Keuntungan buku tersebut akan diserahkan ke lembaga Pusat Hak Hukum, yang mengurus perkara tawanan.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007