Ramallah, Palestina (ANTARA News) - Palestina pada Ahad mengecam rencana Israel untuk membangun 300.000 unit permukiman baru di Jerusalem Timur, dan pada saat yang sama berkirar akan mempertimbangkan kajian menyeluruh mengenai proses perdamaian.
Kementerian Urusan Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa rencana Israel adalah bagian dari proyek kolonial dan perluasan Israel yang diterapkan oleh pemerintah Israel yang didorong oleh tindakan paling akhir Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Kementerian itu menganggap Trump sepenuhnya bertanggung-jawab atas setiap tindakan baru yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina, tanah mereka dan semua tempat suci.
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada Ahad juga memperingatkan mengenai dampak yang mungkin muncul akibat rencana "Greater Jerusalem" Israel, yang berusaha menghubungkan secara geografis semua permukiman dan memutus semua persinggungan Tepi Barat Sungai Jordan.
Sementara itu, partai Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Fatah, pada Ahad mengatakan Dewan Sentral Fatah akan mempertimbangkan "kajian menyeluruh mengenai proses perdamaian Palestina-Israel" dalam pertemuan mendatang, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin pagi.
Azzam Al-Ahmad, seorang anggota Komite Eksekutif Fatah, mengatakan kepada Voice of Palestina bahwa dewan pimpinan Palestina akan mengkaji hubungannya dengan Israel, akibat kegagalan Israel untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan hukum internasional.
Ia menambahkan Palestina akan melancarkan upaya diplomatik lebih lanjut di Sidang Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB bahwa di Mahkamah Pidana Internasional, sebagai reaksi terhadap tindakan AS mengenai Jerusalem.
Trump pada Rabu, 6 Desember, mengumumkan untuk secara resmi mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memerintahkan pemindahan Kedutaan Besar AS ke kota yang menjadi sengketa tersebut.
Israel telah mengklaim seluruh Kota Jerusalem sebagai "ibu kotanya yang abadI, sementara rakyat Palestina ingin Jerusalem Timur, yang diduduki oleh Israel sejak Perang 1967, sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
Tindakan itu telah memicu protes luas di negara Arab dan Muslim di seluruh dunia, dan bentrokan rusuh antara pemrotes Palestina dan pasukan keamanan Israel dalam beberapa pekan belakangan.
Dalam penolakan besar terhadap AS, Sidang Majelis Umum PBB dengan suara berlimpah pada Kamis (21/12) menolak tindakan AS baru-baru ini mengenai Jerusalem, dan menuntut semua negara anggota mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai status Jerusalem.
Pewarta: Antara
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017