Cox's Bazar (ANTARA News) - Sekitar 650.000 pengungsi Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus.
Nama Sungai Naf di Cox's Bazar menjadi populer setelah eksodus besar-besaran etnis Rohingya ke Bangladesh karena sungai sepanjang 62 kilometer tersebut merupakan pembatas antara negara Bangladesh dan Myanmar.

Sungai Naf membentang di antara Bangladesh Tenggara dan Myanmar Barat dan menjadi saksi bisu pelarian warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari serangan militer Myanmar.

Dari tepi Sungai Naf, terlihat jelas kawasan Myanmar terutama distrik Maungdaw yang paling dekat dengan perbatasan. Hanya terlihat pohon-pohon yang berdiri tegak dari kejauhan.

"Dulu dari sini terlihat jelas asap-asap yang membumbung setelah rumah-rumah dari warga Rohingya dibakar militer Myanmar," kata Manajer Program Global Humanity Response Aksi Cepat Tanggap Anca Rahadiansyah.

Anca yang sudah di Bangladesh sejak awal September itu juga menyaksikan para pengungsi Rohingya tiba di perbatasan Bangladesh di dekat Sungai Naf.


Sungai Naf Sungai Naf membentang di antara Bangladesh Tenggara dan Myanmar Barat dan menjadi saksi bisu pelarian warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari serangan militer Myanmar. (ANTARA News/Monalisa) (ANTARA News/Monalisa)


Saat ANTARA News tiba di tepi Sungai Naf, terdapat sejumlah warga Bangladesh yang sengaja ke sana untuk sekedar foto-foto.

Salah satunya Jamal Husein. Ia menggunakan tongkat kamera untuk mengabadikan gambar dirinya dengan latar belakang Sungai Naf dan perbatasan Myanmar.

Sungai Naf sepertinya menjadi tempat wisata dadakan bagi warga lokal dan sejumlah orang yang melewatinya berhenti untuk mengambil foto.

"Dua hari yang lalu katanya ada sekitar 20 pengungsi yang menyebrang ke sini sekitar pukul 11 siang. Lalu mereka dibantu militer Bangladesh ke kamp pengungsian," kata Jamal yang sebulan lalu mengaku pernah melihat rombongan pengungsi Rohingya menyebrangi Sungai Naf.


Baca juga rangkaian Laporan dari Bangladesh berikut:

Suasana kamp pengungsian Rohingya (video)

Kisah pengungsi Rohingya yang berhasil menjadi dokter

Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017