Pelepasliaran ini, menurut Direktur Kawasan Konservasi Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Suyatno Sukandar, di Jakarta, Sabtu, dilakukan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera di Taman Wisata Alam atau Cagar Alam Jantho, Aceh Besar, Provinsi Aceh.
"Program reintroduksi orangutan sebagaimana di Jantho ini merupakan program yang sangat penting dan harus didukung, untuk meliarkan kembali orangutan sumatera yang sempat dipelihara masyarakat," kata Suyatno.
Menurut dia, konservasi memiliki "tugas sakral" yang tidak hanya untuk melestarikan satwa liar, namun juga untuk kepentingan masa depan umat manusia.
"Untuk itu, upaya penyadartahuan masyarakat untuk terlibat dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati, harus terus dilakukan," ujar dia.
Suyatno mengatakan, masyarakat tidak seharusnya memelihara satwa liar dilindungi, selain karena melanggar undang-undang, juga akan mengancam kelestarian satwa tersebut, sebagaimana yang terjadi pada orangutan.
Diana merupakan salah satu orangutan sitaan dari Aceh Besar pada 2015 yang lalu, dan telah melewati proses rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan di Batumbelin, Sibolangit, Sumatera Utara.
Sementara kawasan TWA atau CA Jantho merupakan bagian Ekosistem Laumasen, yang tersambung dengan Hutan Lindung Panca dan Tangse. Habitat ini sangat ideal untuk orangutan sumatera (Pongo abelii), dengan daya dukung cukup besar, sehingga layak untuk hidup ratusan bahkan ribuan orangutan.
Sejak dioperasikan pertama kali pada 2010 yang lalu, sudah ada 102 individu yang dilepasliarkan di Jantho dengan tingkat keberhasilan 90 persen. Bahkan dari orangutan sumatera yang dilepasliarkan, telah berkembang biak sekurangnya dua individu pada 2017.
Pewarta: Virna Setyorini
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017