Ungaran (ANTARA News) - Kasus dugaan korupsi pengadaan buku ajar SD/MI 2004 yang melibatkan terdakwa Bupati Semarang, Bambang Guritno, mulai dipersidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Semarang di Ungaran, Jateng, Kamis. Dalam persidangan pertama korupsi senilai Rp3,357 miliar yang diketuai Majelis Hakim Imam Sungudi SH, dengan agenda pembacaan dakwaan primer dan subsider oleh Jaksa Penuntut Umum (PU) secara bergantian oleh Pattikawa SH dan Rois SH. JPU dalam dakwaan mengatakan, terdakwa didakwa menyalahgunakan jabatan dan wewenang dengan mendatangani izin penunjukan langsung dalam proyek mengadaan buku SD/MI total senilai Rp5,854.474.900 miliar. Dalam hal ini terdakwa melanggar pasar 43 (d) UU no.22/1999 tentang pemerintahan daerah yakni terdakwa selaku kepala daerah Kabupaten Semarang mempunyai kewajiban untuk menegakkan seruluh peraturan perundang-undangan. JPU menjelaskan, terdakwa juga melanggar UU No 22/1999 dengan membuat keputusan yang secara khusus memberi keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya. Selain itu, lanjut, dia, terdakwa juga menerima uang, barang atau jasa dari pihak lain yang patut dapat diduga akan mempengaruhi keputusan. Bupati Semarang juga didakwa melanggar dalam UU nomor 17/2003 tentang keuangan negara di antaranya, keuangan negara dikelola secara tertib, taat peraturan perundang-undangan, efektif dan transparan. Namun, dalam proyek buku ajar tersebut, terdakwa Bambang Guritno telah menerima fee dari rekanan proyek pengadaan buku senilai Rp650 juta yang diterima melalui ajudan bupati Vega. Setelah kasus buku tersebut mulai ramai dan disidik oleh Polres Semarang dan Kejaksaan Negeri Ambarawa tanggal 13 November 2004 terdakwa telah menyetorkan uang sebesar Rp650 juta ke kas daerah yang merupakan pengembalian ucapan terima kasih atau fee dari rekanan buku. Perbuatan terdakwa tersebut merupakan melawan hukum sebagaimana diatur dan diancam dugaan pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal undang-undang No.13/1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Setelah selesai mendengarkan dakwaan, Tim Penasihat Hukum (PH) langsung mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU. "Dakwaan JPU kabur dan tidak jelas, untuk itu majelis hakim untuk menolak dakwaan tersebut. Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini," kata tim Penasiheat Hukum, Anshori Harsa.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007