Jakarta (ANTARA News) - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan isu SARA dan politik identitas harus dihindari dalam Pilkada 2018 agar tidak terbentuk kubu-kubu pemilih.
"Belajar dari Pilkada DKI Jakarta, jangan sampai politik identitas dan isu sara mengakibatkan polarisasi pemilih," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Polarisasi politik tidak membangun kompetisi yang demokratis, ucap dia, karena pada akhirnya kontrol masyarakat dan kualitas kompetisi menjadi buruk.
Pengaruh polarisasi pemilih akibat pilkada juga terus berlanjut sampai setelah pilkada sehingga warga yang seharusnya mengawasi pemerintah berdasarkan kebijakan dan pemenuhan janji menjadi tidak melakukannya.
Titi menuturkan warga tidak lagi kritis karena pemilih akan melihat kebijakan pemimpin terpilih benar, sementara yang tidak memilih melihat sebaliknya.
"Kritik pengawasan publik tidak menyasar kebijakan, tetapi merupakan ekses polarisasi politik, ini yang kontrol masyarakat sebagai esensi demokrasi tidak terjadi," kata Titi.
Penggunaan politik identitas dan isu SARA untuk meraih kemenangan harus diantisipasi dalam Pilkada 2018 karena pilkada itu menentukan fase menuju Pemilu 2019.
Untuk itu, diperlukan upaya nyata seperti membangun perlawanan dengan menyajikan informasi untuk melawan berita bohong atau ujaran kebencian.
Setelah pencegahan yang optimal, penegakan hukum dari Bawaslu dan Kepolisian mutlak diperlukan.
"Bisa menagih calon menyatakan secara terbuka tidak akan melakukan politik identitas, setiap kelompok masyarakat menagih kontrak politik agar tidak menggunakan politisasi SARA," tutur dia.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017