Bandarlampung (ANTARA News) - Komisi I DPR meminta pemerintah lebih tegas dalam menyikapi keengganan Singapura atas usulan revisi perjanjian pertahanan (DCA) Indonesia-Singapura sebagaimana disampaikan Indonesia, karena kalau usulan revisi itu tetap ditolak pemerintah Singapura sebaiknya segera dibatalkan. "Perjanjian pertahanan itu tentu harus saling menguntungkan kedua negara," kata Ketua Komisi I DPR, Theo Sambuaga yang dimintai tanggapannya di Jakarta, Kamis. Menurut dia, Komisi I DPR telah mengusulkan kepada pemerintah agar perjanjian pertahanan itu, terutama pada rumusan pelaksanaannya (implementing arrangement) direvisi. "Kalau Singapura tetap menolak, maka pemerintah tentu tidak perlu memaksakan agar usulan revisi itu diterima Singapura. Dengan demikian, batalkan saja kalau tidak bisa direvisi," kata Ketua Theo Sambuaga pula. Sebelumnya di Lemhanas Jakarta, Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono menyatakan bahwa Indonesia tidak keberatan dan tidak akan rugi jika kesepakatan kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) Indonesia-Singapura batal dilaksanakan. "Kalau `gak jalan, juga tidak apa-apa," kata Menhan di sela-sela pembahasan tertutup mengenai masalah DCA dengan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Menurut Theo Sambuaga, pernyataan Menhan itu sebenarnya sudah menunjukkan bahwa upaya revisi DCA itu tidak bisa diperjuangkan agar bisa diterima oleh Singapura. "Bagi Komisi I DPR, kalau Singapura tidak setuju atas usulan revisi itu, maka pemerintah Indonesia harus mengambil sikap yang tegas," jelas dia lagi. Theo menambahkan, bagi DPR perjanjian itu lebih baik segera dibatalkan, dan itu sesuai dengan harapan banyak pihak, karena dinilai merugikan Indonesia," kata Ketua Komisi yang diantaranya membidangi masalah pertahanan dan hubungan luar negeri itu. Ia juga menyebutkan, kerjasama pertahanan itu dan kerjasama ekstradisi adalah hal yang berbeda, bukan dalam satu paket. Dengan demikian, lanjut Theo, semestinya, kalau DCA batal dilaksanakan, maka perjanjian ekstradisi bukan berarti ikut dibatalkan pula.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007