Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengakui hingga saat ini daya saing rempah Indonesia masih sangat rendah dibanding negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Menteri Pertanian, Anton Apriyantono di Jakarta, Kamis, mengatakan Indonesia belum mampu bersaing dengan negara lain seperti India, Malaysia, Thailand maupun Vietnam yang relatif lebih baru dalam mengenal rempah. "Kini kita masih harus mengimpor beberapa jenis rempah untuk memenuhi konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri," katanya di sela pendeklarasian Dewan Rempah Indonesia (DRI). Menurut dia, permintaan produk rempah semakin meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun luar negeri, dalam volume dan persyaratan mutu. Namun produksi, produktivitas dan mutu rempah Indonesia justru belum mampu memenuhi tuntutan tersebut. Anton mengatakan dari komoditas rempah seperti lada, pala, vanili dan kayu manis diperkirakan Indonesia memperoleh devisa sebanyak 300 juta dolar AS per tahun. Khusus untuk cengkih, tambahnya, bahkan pada 2006 mampu menghasilkan cukai rokok sebesar Rp37,7 triliun. Mentan mengakui, pengembangan rempah nasional tidak secepat komoditas utama perkebunan lain seperti kelapa sawit, karet dan kakao. "Bahkan cenderung mendapat tekanan dan saingan dari negara produsen rempah lain," katanya. Posisi lada Indonesia saat ini, menurut dia, menduduki urutan ketiga setelah Vietnam dan India, sementara pala disaingi Grenada. Bahkan untuk vanili menunjukkan kemunduran dengan penurunan harga sejak 2003 sedangkan cengkih ada kecenderungan Indonesia kembali mengimpor jika tidak dilakukan upaya pembenahan. Dari segi mutu, Anton menjelaskan, produk rempah Indonesia masih tetap sebagai produk primer sementara diversifikasi produk belum berkembang. "Oleh karena itu perkembangan rempah ke depan perlu mendapat perhatian serius," katanya. Menyinggung keberadaan DRI, Mentan menyatakan, dewan tersebut diharapkan dapat menyusun data base rempah nasional secara utuh, menganalisis seluruh kebutuhan untuk pembangunan rempah ke depan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007