Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan Partai Golkar merupakan partai politik mencapai rekor dunia karena memiliki lima ketua umum dalam waktu 3,5 tahun.
"Jumlah lima ketua umum dalam waktu tidak sampai satu periode ini, adalah jumlah yang fantastis. Ini dapat disebut rekor dunia," kata Jusuf Kalla dalam sambutannya yang sekaligus menutup kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu malam.
Hadir pada acara penutupan Munaslub Partai Golkar antara lain, Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pakar HR Agung Laksono, serta Wakil Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tanjung.
Kelima ketua umum Partai Golkar yang disebutkan Jusuf Kalla sejak 2014 adalah Aburizal Bakrie, HR Agung Laksono, Setya Novanto, Idrus Marham, dan saat ini Airlangga Hartarto.
Jusuf Kalla berharap, jumlah ketua umum ini tidak bertambah lagi dan rekornya tidak terulang lagi.
"Semoga rekor ketua umum ini tidak terulang lagi," kata Yuzuf Kalla.
Pada kesempatan tersebut, Jusuf Kalla juga mengucapkan selamat kepada Airlangga Hartarto yang mendapat kepercayaan dari seluruh pengurus daerah dan kader untuk memimpin Partai Golkar.
Mantan ketua umum Partai Golkar ini menjelaskan, Partai Golkar mengalami gejolak di internal sehingga terjadi perubahan ketua umum sampai lima kali.
"Gejolak di internal partai ini harus segera diatasi dan tidak boleh terulang lagi," katanya.
Menurut Jusuf Kalla, partai politik adalah pilar demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai pilar demokrasi, menurut dia, maka partai politik harus lebih demokratis sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokrasi dapat terbangun dengan baik.
"Jika di internal partai tidak demokratis, maka yang terjadi adalah gejolak atau kresidemo," katanya.
Jusuf Kalla juga menegaskan, makna demokrasi adalah kepentingan rakyat dari bawah sampai ke atas harus berjalan dengan baik.
Pengurus partai politik juga harus dapat melayani rakyat dengan baik.
"Demokratisasi di Partai Golkar harus dijaga agar tidak ada lagi ketua yang keenam dalam satu periode," katanya.
Adanya pergantian ketua umum, kata dia, konsekuensinya membuat ongkos politik yang sangat mahal, yakni menurunnya elektabilitas partai.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017