Pekanbaru (ANTARA News) - Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia) siap mengoperasikan ruang udara yang saat ini masih dioperasikan oleh Singapura dan Malaysia atau dikenal dengan sektor ABC.
Direktur Operasi Airnav Indonesia Wisnu Darjono saat memantau kesiapan Natal dan Tahun Baru 2018 di Pekanbaru, Selasa mengatakan secara teknis pihaknya sudah siap karena sejumlah teknologi sudah dipasang untuk rencana pengoperasian ruang udara tersebut pada 2019 mendatang.
"Ada tiga kotak besar, kotak pertama diplomasi, kotak kedua regulasi, kotak ketiga teknologi atau teknis. Kalau diplomasi dan regulasi ranahnya pemerintah karena ini berkaitan dengan Malaysia dan Singapura, diplomasi itu wilayahnya Kementerian Luar Negeri dan regulasi Kementerian Perhubungan, untuk teknis ranahnya Airnav," katanya.
Wisnu mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah fasilitas sarana komunikasi dan navigasi yang berada di Natuna, Matak, Terempa dan Tanjung Pinang.
Dia merinci untuk sarana komunikasi berupa VHF, VHF-FR, Link Direct Speech, HF, dan Tower Set telah terpasang di Tanjung Pinang, Matak, Natuna dan Pontianak dengan investasi Rp5,7 miliar.
Sementara itu, lanjut dia, untuk sarana navigasi telah terpasang NDB, DVOR dan ILS di empat wilayah yang sama dan telah digunakan dalam operasional keseharian.
Selanjutnya untuk pengawasan atau "surveillance" berupa radar ADSB telah terpasang di empat wilayah tersebut serta Pekanbaru dan Palembang dan sudah meliputi ruang udara Matak, Natuna, Tanjung Pinang dan Pontianak.
Adapun untuk sistem otomasi, lanjut dia, telah terpasang tiga rangkaian CWP di Tanjung Pinang dengan nilai Rp34 miliar dan empat set untuk New JATSC (Jakarta Air Traffic Services Center) senilai Rp160 miliar, jadi total Rp194 miliar.
"Secara teknis yang menjadi tanggung jawab kami sudah siap, pernah dikunjungi oleh Wantimpres dan Sesko AU, tapi tentu saja dari sis bilateral dan multilateral harus dirapikan," ujarnya.
Dia mengatakan wilayah pergerakan Sektor A cukup padat karena melayani penerbangan dari dan ke Singapura, kemudian sektor B di wilayah Matak dan Natuna dan Sektor C di wilayah Utara mengarah ke Laut China Selatan.
"Dalam undang-undang itu target 15 tahun setelah 2009 harus dikembalikan, tapi Presiden ingin 2019 harus sudah berproses pengamalihannya," katanya.
Selama ini, menurut dia, pendapatan dari pengoperasian Sektor A sudah masuk ke Kementerian Perhubungan, namun ruang udara masih dioperasikan SIngapura sekitar Rp100 miliar per tahun.
`Singapura sendiri sudah mengakui itu ruang udara Indonesia, tapi amanat undang-undang `kan pengoperasiannya, ini masalah martabat," ujarnya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017