Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Setya Novanto sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e).
Novanto diperiksa untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo yang merupakan Direktur Utama PT Quadra Solution.
Seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa, Novanto enggan berkomentar banyak terkait pemeriksaannya kali ini.
Ia hanya mengatakan soal kondisi kesehatannya.
"Sehat," kata Novanto yang diperiksa sekitar delapan jam tersebut.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa pemeriksaan Novanto untuk mendalami peran yang bersangkutan terkait dengan Anang Sugiana dalam proyek KTP-e itu.
"Hari ini diperiksa untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo. Didalami peran Setya Novanto terkait dengan Anang Sugiana Sudiharjo dalam proyek KTP-e," kata Febri.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menggelar sidang perdana pembacaan dakwaan perkara korupsi pengadaan KTP-e dengan terdakwa Setya Novanto pada Rabu (13/12) walaupun sempat diskors tiga kali.
Pembacaan dakwaan akhirnya dilakukan pada pukul 17.10 WIB, sedangkan jadwal awalnya pukul 09.00 WIB.
Novanto didakwa mendapat keuntungan 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-e.
Sidang lanjutan Novanto akan digelar kembali pada Rabu (20/12) dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam perkara ini, Novanto didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017