Yogyakarta (ANTARA News) - Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Yogyakarta menjadi yang tertinggi di tingkat nasional dengan nilai 85,32 bahkan angka tersebut jauh di atas rata-rata nasional sebesar 70,18.
"IPM ini disusun berdasarkan penilaian dari beberapa aspek seperti kesehatan, pendidikan hingga tingkat kesejahteraan masyarakat," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta Harjana di Yogyakarta, Selasa.
Menurut Harjana, penyusunan IPM untuk tahun 2016 tersebut ditetapkan berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional yang dilakukan merata di seluruh daerah di Indonesia oleh BPS.
"Hasil sudah disampaikan pada Oktober namun lebih terfokus pada hasil di tingkat DIY. Untuk hasil di tingkat kota dan kabupaten belum banyak disinggung," katanya.
Berdasarkan hasil survei terhadap beberapa indikator penyusun IPM diketahui bahwa tingkat harapan hidup warga di Kota Yogyakarta cukup tinggi yaitu mencapai 74,3 tahun dengan harapan lama sekolah 16,81 tahun dan rata-rata lama sekolah 11,42 tahun dengan pengeluran riil perkapita per tahun mencapai Rp17,77 juta.
Harjana menyebut, IPM tersebut dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai dasar saat akan mengambil kebijakan untuk pelaksanaan pembangunan di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data BPS, terjadi peningkatan IPM di Kota Yogyakarta sejak 2012 hingga 2016. Pada 2012, IPM Kota Yogyakarta mencapai 83,29, pada 2013 naik menjadi 83,61, 2014 kembali naik menjadi 83,78 dan pada 2015 mencapai 84,56.
"Jika ingin mempertahankan atau menaikkan nilai IPM, maka aspek-aspek penilaian ini yang harus menjadi fokus pemerintah daerah," katanya.
Setelah Kota Yogyakarta, kota yang menempati peringkat kedua adalah Jakarta Selatan dengan indeks 83,94, diikuti Banda Aceh dengan nilai 83,73, Kota Denpasar dengan indeks 82,58 dan Kabupaten Sleman dengan nilai 82,15.
Meskipun memiliki IPM yang cukup tinggi, namun "gini ratio" atau ketimpangan pendapatan di Kota Yogyakarta juga masih cukup tinggi. Pada 2016, ketimpangan pendapatan mencapai 0,429. Angka tersebut sudah turun dibanding pada 2015 yang mencapai 0,446.
"Gini ratio di Kota Yogyakarta memang melebihi rata-rata di tingkat DIY yaitu 0,42 atau lebih tinggi dibanding angka nasional yaitu 0,394," katanya.
Menurut dia, hal tersebut disebabkan karena heterogenitas warga di Kota Yogyakarta cukup tinggi sehingga ada warga dengan tingkatan ekonomi yang beragam, mulai dari warga yang sangat kaya sekali hingga warga miskin.
"Beda dengan di desa yang strata ekonominya hampir merata. Selain itu, penilaian `gini ratio` juga hanya difokuskan untuk aspek pendapatan saja," katanya.
Meskipun demikian, Harjana menyebut jika tingkat kemiskinan di Kota Yogyakarta cukup rendah yaitu 7,7 persen atau di bawah rata-rata nasional sekitar 10 persen.
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017