Menurut dia, Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019 berdampak terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi yang diindikasikan dengan belanja barang partai politik dan juga belanja pemerintah yang relatif meningkat.
Ia mencontohkan pada triwulan pertama dan kedua 2014 lalu atau masa kampanya Pemilu 2014 lalu, pertumbuhan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mencapai lebih dari 20 persen.
"Ketika masa kampanye, pasti ada kegiatan konsumsi barang yang non durable. Dua triwulan pertama 2014, pertumbuhan konsumsi non rumah tangga di atas 20 persen, misalnya untuk beli kaos, t-shirt, banner, iklan TV, dan sebagainya. Itu yang membuat di atas 20 persen," ujar Bambang dalam Dialog Akhir Tahun dan Temu Media Tinjauan Pembangunan 2018: Tantangan di Tahun Politik, di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin.
Selain itu, kata dia, pada 2014 lalu, konsumsi rumah tangga juga tumbuh tinggi dimana mampu melebihi pertumbuhan Produk Domestik Bruto.
"Mungkin ada pengaruh dari Pemilu, tapi juga 'ledakan komoditas' tahun sebelumnya," kata dia.
Dia katakan, pada Pemilu 2014 lalu, ternyata indeks keyakinan konsumen juga tidak terganggu. Pengalaman Indonesia yang berhasil menggelar pemilu dengan sukses pada periode sebelumnya, disebut memberikan persepsi positif.
"Boleh dibilang Indonesia kini sudah makin matang dalam berdemokrasi," ujar Bambang.
Pertumbuhan ekonomi domestik sendiri saat ini masih berkutat di kisaran lima persen. Pada 2017, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya mencapai 5,1 persen, di bawah target APBN-P 2017 5,2 persen. Sementara itu pada 2018 mendatang, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5,4 persen.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017