Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono mengakui menerima Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan yang digunakan untuk sejumlah kegiatan sosial.
"Saya ketemu 4 kali dengan beliau tapi di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), saya terangkan ada 8 kali transfer, masing-masing transfer 7 kali Rp300 juta dan sekali Rp200 juta jadi totalnya Rp2,3 miliar," kata Tonny saat bersaksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Tonny bersaksi untuk terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan yang didakwa menyuap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono sebesar Rp2,3 miliar karena terkait pelaksanaan pekerjaan pengerukan pelabuhan dan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK).
Dalam dakwaan disebutkan Adi Putra Kurniawan membuka beberapa rekening di Bank Mandiri menggunakan KTP palsu dengan nama Yongkie Goldwing dan Joko Prabowo sehingga pada 2015-2016 membuat 21 rekening di bank Mandiri cabang Pekalongan dengan nama Joko Prabowo dengan tujuan agar kartu ATM-nya dapat diberikan kepada orang lain yaitu anggota LSM, wartawan, preman di proyek lapangan, rekan wanita dan beberapa pejabat di kementerian Perhubungan.
"Kebanyakan untuk keperluan sosial, membantu yatim piatu, membantu anak buah ke rumah sakit dan lainnya, untuk berkaitan dengan kegiatan sosial," tambah Tonny.
Dalam ATM atas nama Joko Prabowo itu, uang yang ditinggalkan Tonny tinggal Rp1,17 miliar.
"Untuk pembangunan gereja di Papua, sekolah di Papua, anak buah di RS dan keperluan yatim piatu, ada juga untuk anak buah saya Siti Rahmadian di Tanjung Selor sekitar Rp20-30 juta," ungkap Tonny.
Selain itu Tonny masih memberikan uang dari ATM tersebut ke Aninsa Rahmadaniyah sebesar Rp20 juta yang diberikan dalam dua kali pemberian Rp10 juta dan Rp10 juta pada 23 agustus 2017.
"Karena dia mengejar target penjualan Samsung, dia adalah marketing Samsung, dia menawarkan Samsung," tambah Tonny.
Selanjutnya uang juga mengalir ke anak buahnya di Surabaya Insan Irisyah sebesar Rp10 juta, Winarso ajudannya, Sulistiawati sebagai orang yang menjual alat sekitar Rp20 juta.
Masih ada keponakan Tonny bernama Tesa Amalia sebesar Rp5 juta untuk kuliah; uang untuk Andre Rahmawan untuk kegiatan yakim piatu di Garut sebesar Rp20 juta.
"Menurut saya untuk pribadi besar jumlah itu, kalau untuk yatim piatu cukup," ungkap Tonny.
Tonny juga mengakui punya 12 buku tabungan baik yang masih aktif maupun tidak aktif lagi sedangkan almarhumah istrinya punya 17 rekening.
Untuk pemberian uang, Adi Putra juga kerap menggunakan sejumlah kata sandi yaitu "Pak, kalender 2017-nya sudah saya kirim", "Telor asin sudah saya kirim", "Pak sarung sudah saya kirim".
Adi Putra Kurniawan didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017