"Para pemohon sangat prihatin dan menyesalkan keputusan Mahkamah yang diputuskan tanpa memberi kesempatan pemohon memberi penjelasan secara proporsional tentang maksud gugatan," kata Hery dihubungi di Jakarta, Jumat.
Hery mengatakan salah satu pertimbangan Mahkamah menolak permohonan pemohon adalah bila permohonan dikabulkan maka yang akan terjadi justru iklan dan promosi rokok tidak lagi dilarang.
Bila itu yang terjadi, maka justru akan terjadi ancaman pelanggaran hak konstitusional sebagaimana dikemukakan oleh pemohon.
Hery menilai Mahkamah terlalu berfokus pada pelarangan iklan dan promosi rokok yang menampilkan wujud dan aktivitas merokok. Padahal yang diharapkan pemohon adalah pelarangan iklan rokok secara total.
"Mahkamah berpendapat bila larangan iklan dan promosi rokok menampilkan produk rokok dihapus, maka yang terjadi adalah rokok bisa diiklankan secara bebas. Padahal bukan itu yang dimaksud pemohon," tuturnya.
Menurut Hery, bila MK menyatakan larangan iklan dan promosi rokok menampilkan produk rokok harus dihapus, yang terjadi justru bukan sebagaimana disampaikan Mahkamah sampaikan dalam pertimbangannya, melainkan adalah pelarangan total iklan rokok.
Sebab, Pasal 46 Ayat (3) Huruf b Undang-Undang Penyiaran dan Pasal 13 Huruf b Undang-Undang Pers jelas menyatakan pelarangan iklan zat adiktif.
Padahal, dalam permohonannya, pemohon juga sudah mengutip Pasal 113 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan yang termasuk zat adiktif adalah tembakau dan produk yang mengandung tembakau.
Pernyataan tembakau dan produk yang mengandung tembakau sebagai zat adiktif itu pernah diajukan permohonan uji materi ke MK dan Mahkamah menyatakan bahwa secara yuridis maupun keilmuan tembakau dan produk yang mengandung tembakau adalah zat adiktif.
"Bahwa gugatan belum berhasil dikabulkan bukan berarti akhir perjuangan. Bila saat ini belum berhasil pasti ada waktunya kebenaran akan tampil," kata Hery.
Menurut Hery, kebenaran akan tiba seiring dengan peningkatan pemahaman, kesadaran dan sikap generasi muda dan seluruh elemen bangsa tentang apa yang terbaik bagi diri, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Sebelumnya, MK melalui Putusan Nomor 81/PUU-XV/2017 menyatakan menolak permohonan Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiah,Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial Indonesia.
Putusan tersebut dibacakan Ketua MK Arief Hidayat pada sidang pembacaan putusan di Gedung MK pada Kamis (14/12).
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017