Surabaya (ANTARA News) - Mantan Gubernur Lemhanas Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo menilai, perjanjian kerja sama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) RI-Singapura akan dapat menguntungkan Amerika Serikat (AS). "DCA dapat menguntungkan AS, karena Indonesia dapat dijadikan tempat latihan militer Singapura," ujarnya usai berbicara dalam seminar di kampus B Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu. Mantan Dubes Keliling RI di kawasan Afrika itu, mengemukakan hal itu saat berbicara dalam studium generale "Mendorong Prestasi Perjuangan Untuk Kedaulatan Bangsa Indonesia" di hadapan ratusan mahasiswa Unair. Menurut dia, DCA yang ditandatangani pemerintah di Bali pada 27 April 2007 itu, memungkinkan Singapura untuk mengajak pihak ketiga masuk ke Indonesia, meski perjanjian pertahanan itu mengharuskan persetujuan Indonesia. "Itulah kelemahannya, tapi tanpa adanya pihak ketiga pun sudah menyakitkan, karena bila Singapura mendatangkan satu batalyon tank yang berjumlah 77 tank ke kawasan Baturaja di Sumatera Selatan, maka bangsa kita akan seperti orang tak punya kedaulatan sama sekali," ungkapnya. Oleh karena itu, katanya, pihaknya mendukung sejumlah fraksi di DPR yang menolak perjanjian yang bukan latihan bersama itu. Apalagi jika DPRD di daerah juga menolak seperti DPRD Riau. "Kalau menurut saya, perjanjian ekstradisi jangan dikaitkan dengan perjanjian kerja sama pertahanan, sebab akan banyak ruginya. Apalagi ekstradisi itu belum tentu efektif, karena buron yang dicari akan lari ke luar Singapura, tapi bukan ke Indonesia," ucapnya. Apalagi, kesempatan Singapura menggelar latihan militer di Baturaja, Sumatera Selatan itu hanya "ditukar" dengan kesempatan TNI menggunakan teknologi militer yang dimiliki Singapura sebagai alat latihan, tuturnya. "Profesionalisme militer itu tidak ditentukan teknologi yang canggih, sebab militer Perancis dan AS yang canggih akhirnya kalah dari rakyat Vietnam, kemudian militer AS kalah dari rakyat Irak. Jadi, profesionalisme militer itu terkait dengan ketahanan semesta, bukan teknologi," ucapnya, menegaskan. Senada dengan itu, pakar hubungan internasional Unair Surabaya Basis Susilo MA menegaskan bahwa AS selama ini memang kesulitan mengajak Indonesia untuk menjalin aliansi kerja sama pertahanan, karena prinsip politik "bebas aktif." "Sangat mungkin, kerja sama pertahanan RI-Singapura akan menjadi parameter pertahanan yang ingin dibangun AS mulai dari Jepang, Korea, Taiwan, Philipina, Thailand, dan Malaysia dengan tujuan `menyaingi` Cina," paparnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007