Surabaya (ANTARA News) - Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mengungkapkan bahwa bom yang meledak di sebuah kantor perusahaan pelayaran, Jalan Laksda M Nasir Surabaya pada Senin (11/12) malam lalu, bermotif cemburu yang dilatarbelakangi cinta segitiga atau asmara.
Polisi menangkap pria berinisial EW, usia 42 tahun, warga Dukuh Bulak Banteng Surabaya, setelah membentuk tim khusus untuk menelusuri kasus ini.
"EW belajar membuat bom dari internet," ujar Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi Ronny Suseno dalam jumpa pers di Surabaya, Jumat.
Bom tersebut dikirim EW melalui jasa pengiriman kepada seorang lelaki di perusahaan pelayaran Jalan Laksda M Nasir Surabaya yang dinilai telah menyelingkuhi istrinya sejak tahun 2014.
Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut karena bom yang dibuat EW berdaya ledak rendah, yaitu menggunakan bahan dasar potasium, dengan sumber listrik baterei 9 volt.
"Kami tangkap EW di kawasan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, saat hendak melarikan diri ke Blitar," ucap Ronny.
EW, yang sehari-harinya bekerja sebagai teknisi kapal, mengakui perbuatannya.
"Saya sakit hati dengan seorang lelaki yang bekerja di perusahaan pelayaran Jalan Laksda M Nasir Surabaya ini karena telah menyelingkuhi istri saya," katanya, saat dipertemukan dengan wartawan di Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Lelaki yang dengan istrinya telah dikaruniai dua orang anak ini mengatakan sebenarnya telah berniat untuk menyelesaikan secara jantan dengan mengajak lelaki tersebut berkelahi.
Tapi niatan itu diurungkannya dan justru memilih belajar membuat bom dari internet.
"Kalau saya ajak berkelahi dan istri saya tahu, takutnya istri saya semakin tidak cinta kepada saya," ujarnya.
EW kini menghadapi pasal pidana berlapis, yaitu Pasal 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang penguasaan bahan peledak dan Pasal 340 KUHP junto pasal 53 tentang percobaan pembunuhan, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal hukuman mati.
Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017