Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha meminta agar pemerintah tidak perlu membuat pembatasan berupa besaran angka tertentu terhadap ketentuan produk
private label (merek toko) yang dijual oleh ritel.
"Saya tidak ingin satu peraturan pakai angka karena bisa jadi masalah di belakang hari seperti bagaimana cara menghitungnya, siapa yang mengawasinya dan banyak lagi," kata Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmi) Thomas Darmawan di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan hal itu menanggapi ketentuan
private label yang akan diatur dalam Perpres Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Dalam pembahasan draf Perpres tersebut disepakati toko modern menjual produk
private label maksimal sebesar 10 persen. Pembatasan itu kemudian berubah lagi dalam draf awal Juni lalu menjadi maksimal lima persen.
Selain masalah pengawasan yang bisa ditafsirkan berbeda oleh aparat, Thomas juga melihat persoalan utama dalam
private label adalah persaingan usaha antara produk tersebut dengan produk bermerek produsen.
Sudah menjadi praktik umum bahwa produk
private label tidak dikenakan
trading term dan juga
listing fee, sementara produk bermerek produsen, semuanya dikenakan berbagai ketentuan seperti itu.
Perbedaan perlakuan itu dimaksudkan agar harga produk
private label lebih murah dari produk bermerek yang sudah ada.
"Ini perlakuan yang tidak adil, ada diskriminasi dan bisa mematikan produk bermerek yang sudah ada saat ini," katanya.
Para produsen besar yang mereknya sudah terkenal berupaya untuk mengenalkan produknya dengan berbagai promosi agar barang-barangnya laku. Namun ketika produk
private label membanjiri pasar ritel, otomatis akan berpengaruh terhadap produk yang sudah bermerek.
Masalah serupa juga pernah diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Retail Modern Indonesia (AP3MI) Susanto yang mengatakan toko ritel modern berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeluarkan produk
private label yang tidak terkena
trading term dan
listing fee.
Oleh karena itu AP3MI meminta agar ada pembatasan produk
private label maksimal 10 persen dari produk yang paling laku.
Mengenai perlu tidaknya ketentuan bahwa produk yang bisa di
private label hanya produk-produk dari UKM yang memang belum mempunyai merek, Thomas mengatakan hal itu juga tidak perlu dibatasi.
Persoalan itu, menurut dia, menjadi wilayah UU Persaingan Usaha dan jika ada perbedaan perlakuan maka pengusaha yang dirugikan bisa melaporkan ke KPPU.
Thomas juga mempertanyakan mengenai banyaknya toko ritel modern yang juga membuka usaha
bakery dan bermacam
juice di dalam lokasi tokonya. "Bagaimana soal ijinnya, seharusnya yang seperti itu juga ada ijinnya untuk melindungi konsumen," katanya.
Apalagi banyak praktik seperti itu yang juga melibas para pengusaha makanan atau minuman skala UKM yang sebelumnya sudah ada di ritel modern tersebut. "Ada anggota kita yang akhirnya tergusur karena ritel yang bersangkutan juga membuka usaha bakery," demikian Thomas.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007