Jakarta (ANTARA News) - Mantan menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bersikeras menyatakan tidak pernah mengusulkan adanya pengumpulan dana non budgeter di departemen yang pernah dipimpinnya. Saat memberikan keterangan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Rabu, Rokhmin menyatakan hanya meminta bantuan bagi korban banjir di Situbondo. "Saat rapat pimpinan sempat dibicarakan tentang masalah itu dan saya bilang carikan penyelesaiannya. Untuk imbauan mengumpulkan dana dari eselon I dan eselon II saya tidak pernah bahas lebih lanjut," paparnya. Meski demikian, Rokhmin mengakui selama ia menjadi menteri tidak pernah menghentikan adanya pengumpulan dana tersebut. "Tidak pernah saya lakukan," paparnya. Pada bagian lainnya, terdakwa mengatakan semua pihak yang mendapatkan dana non budgeter DKP itu mengajukan proposal dan bukan pihaknya yang berinisiatif memberikan. Mengenai masuknya sejumlah dana meski ia tidak lagi menjabat sebagai menteri, Rokhmin menyatakan tidak dapat menghindar karena terus masuk hingga 2005. Hal ini terkait dengan pengakuan saksi Bambang Irianto yang mengelola tanah yang hendak dijadikan pompa bensin di Cirebon yang mengatakan telah mentransfer hasil penjualan tanah tersebut sebesar Rp995 juta ke rekening Rokhmin pada akhir 2005. Pada akhir persidangan Rokhmin meminta maaf bila ada kesalahan dan menyatakan tidak mempunyai niat untuk menyalahgunakan dana tersebut. Majelis hakim yang diketuai oleh Mansyurdin Chaniago akan melanjutkan persidangan pada Rabu (27/6) pekan depan, dengan agenda pembacaan tuntutan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri telah menyalahgunakan kekuasaan dan mengumpulkan dana secara tidak resmi sebesar Rp11,516 miliar. Dalam dakwaan pertama Rokhmin dinilai melanggar pasal 12 huruf e UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1)KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain didakwa menyalahgunakan wewenangnya, Rokhmin juga didakwa menerima sejumlah uang dan hadiah, padahal diketahui pemberian ini berhubungan dengan jabatannya selaku Menteri Kelautan dan Perikanan. "Terdakwa menerima hadiah uang dalam rupiah sejumlah Rp1,95 miliar, dalam dolar AS sejumlah 5.000 dolar AS dan dalam bentuk dolar Singapura sejumlah 400.000 dolar Singapura serta satu unit mobil," kata JPU. JPU memaparkan pemberian itu antara lain berasal dari Dicky Iskandar Dinata, Direktur PT D Consorsium Indonesia, pada 20 Februari 2002 sebesar Rp150 juta. Selain itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Husni Mangga Barani, pada 13 November 2002 memberikan satu unit mobil Camry dan pada 24 Januari 2003 memberikan uang 5.000 dolar AS. "Pada 26 Agustus 2003, Direktur Utama Bank Bukopin, Sofyan Basir memberikan uang Rp100 juta pada terdakwa dan Glen Glenardi, Direktur Usaha Kecil Mikro Koperasi Bank Bukopin, pada 27 Agustus 2004 memberikan sebesar Rp100 juta," kata anggota tim JPU Zet Tadung Alo saat membacakan surat dakwaan. Atas perbuatannya, maka terdakwa dinilai melanggar hukum sesuai pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat (1) KUHP pada dakwaan kedua yang kedua. (*)

Copyright © ANTARA 2007