"Sekali lagi pelayanan yang bersifat katastropik ini adalah esensi yang mendasar dari jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial. Kalau pelayanan katastropik ini dikeluarkan seperti isu kemarin, itu bukan lagi asuransi kesehatan sosial," kata Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani di Jakarta, Selasa.
Menurut Kalsum apabila pembiayaan katastropik dikeluarkan dari jaminan BPJS Kesehatan sama saja dengan asuransi kesehatan komersial.
"Jadi mau bagaimanapun biaya pelayanan katastropik ini harus menjadi `benefit` dari JKN," tegas Kalsum.
Pada akhir November lalu tersiar kabar bahwa BPJS Kesehatan akan menerapkan sistem urun biaya untuk pelayanan penyakit katastropik yang memakan biaya tinggi seperti?penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalassemia, leukimia, dan hemofilia.
Menyoal wacana skema urun biaya tersebut, Kalsum menerangkan bahwa skema tersebut tidak ditujukan pada penyakit katastropik tetapi pada tindakan medis yang berpotensi "moral hazard".
Salah satu contoh tindakan yang dimaksud ialah melaksanakan operasi caesar pada tanggal-tanggal tertentu yang tidak berdasar pada indikasi medis.
"Yang jelas `cost sharing` ini bukan untuk biaya katastropik, amanat dari UU 40 Pasal 22 Ayat (2), ini untuk pelayanan yang berpotensi `moral hazard`," jelas Kalsum.
Kendati demikian dia juga mengungkapkan bahwa penerapan skema urun biaya untuk tindakan yang berpotensi "moral hazard" belum pernah diterapkan sejak berjalannya Program JKN pada 2014 hingga saat ini.
Kalsum menekankan bahwa pemerintah peduli pada pelayanan penyakit katastropik dan akan terus meningkatkan program promotif preventif terhadap jenis penyakit tersebut.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017