Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik ekonomi dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Ichsanuddin Nooersy, menegaskan penyelesaian kasus BLBI terkait kerugian negara beratus-ratus triliun rupiah harus mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Kata kuncinya bukan hanya pemerintah dan obligator, tapi bagaimana rasa keadilan masyarakat diadopsi dalam pengambilan keputusan penyelesaian BLBI," katanya di Jakarta, Rabu. Sebelumnya, anggota Komisi III DPR, Benny Harman, mengatakan penyelesaian BLBI amat sarat dengan konspirasi. Sementara rekannya di Komisi XI, Andi Rahmat, berpendapat DPR tak bisa langsung mempercepat penyelesaian kasus BLBI. "Agar obyektif, perlu kajian mendalam atas laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan (Menkeu)," tegasnya. Selain DPR, Kejaksaan Agung RI pun telah pasang aksi lewat penetapan tujuh puluhan jaksa untuk terjun dalam perburuan dana bernilai ratusan triliun rupiah itu yang diduga berada di tangan delapan obligator BLBI. Menanggapi hal itu, Ichsanuddin Nooersy menambahkan dalam penyelesaian kasus BLBI, pedoman DPR mesti tetap mengacu pada hukum tertulis. Yakni, Tap MPR, UU Propenas, UU Nomor 10 Tahun 1998, Perjanjian Penyelesaian (MSAA, MRNIA, APU, PKPS), Keputusan Sidang Kabinet Gotong Royong, Inpres, termasuk hasil audit BPK tentang BPPN. "Inilah yang harus dikaji secara mendalam oleh DPR," ujarnya lagi. Jika DPR ingin menoleh lebih dalam lagi, lanjut Ichsanuddin Nooersy, lihat saja bagaimana Orde Baru meliberalkan perbankan dan keuangan. "Kalau terbatas pada delapan obligator yang belum selesai, sikap DPR harus juga proporsional. Artinya, penyelesaian perdata layak disertai dengan pidana, sehingga rasa keadilan masyarakat terpenuhi," tegas Ichsanuddin. (*)

Copyright © ANTARA 2007