Pati (ANTARA New) - Harga gula tergantung dari kapasitas produksi gula dan tingkat konsumsi. Kini gula juga menjadi subtistusi energi, bahkan Brasil, pengahasil gula terbesar, India, dan Thailand, sudah melakukan konversi etanol, sehingga gula sudah mengikuti harga minyak. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan hal itu di Pati, Jateng, saat meninjau PG Trangkil Selasa (19/6). "Jika harga minyak naik, gula juga naik. Hal itu, makin membuat dunia semakin butuh minyak, dan makin butuh pula tebu," katanya. Adanya konversi tebu ke etanol mengakibatkan suplai gula cenderung menurun, sehingga memicu kenaikan harga gula di pasaran. Pemerintah sudah sekian tahun memiliki kebijakan untuk mengatur permasalahan dalam negeri, tentunya akan tetap menjaga harmoni kebutuhan gula dengan impor dan juga program peningkatan mutu bibit yang semula 1-3 tahun baru diganti. Sekarang ini, lanjut dia, yang perlu dilakukan adalah peningkatan kapasitas produksi sejumlah pabrik gula untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama pendapatan tani bisa naik, masyarakat lain tercukupi kebutuhan gulanya dan juga indsutri dalam negeri. Menurut Wapres, segala upaya tentunya telah dilakukan perusahaan gula untuk bersaing dengan kelompok negara penghasil gula. Hal ini sesuai dengan upaya mewujudkan swasembada gula dalam negeri. "Kita tahu, butuh kerjasama semua pihak. Untuk itu, diperlukan peran petani sebagai tonggak pertama, pabrik, penyediaan bibit unggul, dan pemasaran yang tepat," katanya. PG Trangkil ini, katanya, baru saja direnovasi sebagai perbandingan prestasi perlu diujikan dengan prestasi yang diraih PG Kebon Agung. Pemerintah juga ingin membandingkan sejumlah perbaikan dari pabrik gula lain yang belum ditingkatkan kapasitasnya. Soalnya, kondisi harga gula dunia saat ini dinilai paling menguntungkan. (*)

Copyright © ANTARA 2007