Jakarta (ANTARA News)- Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan agar pemerintah dan masyarakat tidak perlu takut dengan jumlah aturan yang banyak.
"Banyak peraturan tidak apa-apa, asal impelementasinya diawasi, kalau di Amerika Serikat, undang-undangnya banyak sekali, bahkan untuk menyalakan api di ruang terbuka ada aturannya, tapi untuk mendapatkan izinya sangat mudah," kata Agus Rahardjo di Jakarta, Senin.
Ia menyampaikan hal ini dalam konferensi pers Peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia 2017 dan Peresmian Pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi Ke-12 serta Peluncuran Aplikasi "e-LHKPN" (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) di hotel Bidakara pada 11-12 Desember 2017.
Sebelumnya dalam acara itu Presiden Joko Widodo menekankan adanya deregulasi peraturan di Indonesia agar menciptakan pemerintahan yang efisien.
"Menjengkelkan karena setiap bergerak ada aturannya, ada izinya, ada persyaratannya. Inilah fakta yang kita hadapi, semua jenis layanan administrasi harus disederhanakan, harus dipangkas, ini pekerjaan besar kita yang ada di sini. Ada 42 ribu aturan yang harus dipangkas. Jangan lagi jadi alat pemerasan, pemungutan liar, tidak boleh ada lagi yang `ngejelimet-jelimet`, `ruwet-ruwet`," tutur Presiden.
Namun, menurut Agus, bukan soal banyaknya aturan melainkan bagaimana pengawasan implementasi aturan tersebut.
"Aturan banyak tapi keluarnya sangat banyak sekali, jangan alergi pada aturan asal pelaksanannya diawasi, pelaksanaannya tidak mempersulit orang, mendapatkannya cukup dengan `common sense`. Saya termasuk orang setuju ada peraturan tapi pelaksanaannya diawasi supaya pelaksanaan aturan itu `common sense`, sederhana dan tidak menghambat orang," tambah Agus Rahardjo.
KPK juga dalam acara tersebut juga meminta agar seluruh poin di United Nations Convention against Corruption (Konvensi PBB Antikorupsi atau UNCAC) yang sudah diratifikasi dalam UU No. 7 tahun 2006 terwujud dalam produk legislasi yaitu undang-undang.
Sejumlah poin UNCAC yang masih harus dimasukkan ke UU di Indonesia yaitu korupsi sektor swasta, "illicit enrichment", "trading influence" dan "asset recovery".
"Tidak berarti penambahan UU tersebut juga menambah hutan belantara perundang-undangan itu. Saya paham kenapa Presiden susah sekarang karena dari ribuan peraturan itu banyak yang tumpang-tindih antara sektor yang satu dan yang lain. Belum lagi peraturan nasional dan daerah dan tingkat dua saling kontradiktif, jadi memang saya pikir masalahnya bukan besaran jumahnya," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Laode mengakui bahwa sejumlah undang-undang Indonesia ada yang aneh karena UU-nya ada yang sudah berganti tapi peraturan pelaksanaanya belum jadi.
"Di luar negeri undang-undang sangat tebal dan detail jadi sudah mencakup semuanya, kalau di Indonesia kan ada UU yang nanti disebut diatur di peraturan turunan seperti peraturan menteri dan peraturan daerah," ungkap Laode.
Ia pun berharap agar parlemen juga mendukung keinginan KPK tersebut.
"Melawan korupsi butuh dukungan serius dari parlemen, sekuat apapun pemerintah tapi menyelesaikan RUU tanpa support parlemen tidak mungkin berhasil. Momentum ini kita jadikan awal agar tunggakan-tunggakan atau utang-utang yang seharusnya dipenuhi dari 11 tahun yang lalu dapat dipenuhi sedikit demi sedikit," ujar Laode.
Hari Anti-Korupsi Sedunia (Hakordia) 2017 mengambil tema "Bergerak Bersama Memberantas Korupsi untuk Mewujudkan Masyarakat yang Sejahtera". Melalui peringatan itu, KPK sebagai penyelenggara berharap agar pemberantasan korupsi harus dilakukan bersama-sama yang membutuhkan komitmen dari pemerintah, DPR, badan yudikatif, lembaga negara lain dan masyarakat.
Tujuannya agar ada kepastian hukum dan proses tegas terhadap pelaku korupsi sehingga tidak memberikan ruang bagi pelaku atau pihak yang membantu terjadinya korupsi di birokrasi atau instansi masing-masing.
Hadir dalam Hakordia antara lain Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dan sejumlah menteri kabinet Indoensia bersatu lainnya.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017