Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyindir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disebutnya dalam bekerja menggunakan mikroskop. Sebab, kata Hasyim di Jakarta, Selasa, selama ini hanya kasus-kasus korupsi bersifat kecil yang ditangani lembaga tersebut, sementara kasus korupsi besar hampir tak tersentuh hukum. "Jadi ibaratnya, kalau pakai mikroskop, gajah yang besar itu nggak kelihatan. Nah, yang kelihatan itu hanya kutu-kutu yang ada di tubuh gajah itu," katanya. Sebelumnya Hasyim diperiksa KPK terkait pengakuannya bahwa ia pernah menerima amplop yang berisi uang sebesar Rp10 juta dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. Menurut Hasyim, pemeriksaan oleh KPK terhadap dirinya terkait dana yang dinilai hasil korupsi tersebut merupakan bukti bahwa upaya pemberantasan korupsi di negeri ini hanya berlaku bagi kasus-kasus yang kecil. Sedangkan, kasus-kasus korupsi berikut para koruptornya yang telah merugikan negara triliunan rupiah masih bebas berkeliaran. Hasyim yang mantan calon wakil presiden pasangan Megawati Soekarnoputri pada Pilpres 2004 itu mengaku heran atas pemeriksaan dirinya oleh KPK. Sebab, ia menerima uang itu setelah mendoakan Rokhmin. Seorang kiai mendapat sumbangan merupakan hal lumrah. Tentu saja, kata Hasyim, ia tak berpretensi uang yang diberikan padanya berasal dari dana nonbujeter. "Saya juga tidak mungkin bertanya asal uang itu, tidak etis," katanya. Pada kesempatan itu, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, itu menyebut keberadaan KPK lebih sebagai bagian dari kekuasaan, bukan bagian dari penegakan hukum dan keadilan. "Deretan para koruptor yang telah ditangkap dan koruptor yang masih bebas berkeliaran, menunjukkan bahwa KPK tak bersungguh-sungguh memberantas penyakit bangsa tersebut," katanya. Jika hal itu terus dilakukan, tambahnya, bukan tidak mungkin upaya pemberantasan korupsi akan berjalan di tempat dan tak ada perubahan berarti bagi cita-cita mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. "Selain itu, pemberantasan korupsi yang masih terkesan tebang pilih, pasti akan menimbulkan dendam di kemudian hari saat berganti rejim," katanya. Karena itu, katanya, jika pemerintah memiliki niat yang sungguh-sungguh, maka harus ada perumusan kembali secara utuh dan menyeluruh terhadap upaya pemberantasan korupsi. Ia menilai, pemberantasan korupsi yang dilakukan saat ini telah melenceng dari gagasan idealnya sebagaimana pernah dicanangkan NU dan Muhammadiyah. Pemberantasan korupsi, jelas mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim itu, harus melalui syarat dan tahap-tahap tertentu, tidak seperti sekarang yang terkesan sporadis atau tidak sistematis.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007