Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah masih mencari bentuk atau solusi penanganan rekening liar hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode tahun 2006. "Untuk temuan baru, ada beberapa macam bentuk yang mungkin dicarikan solusinya," ujar Menkeu, usai Rapat Terbatas soal Penertiban Aset Negara, di Jakarta, Selasa. Rapat dihadiri antara lain Mensesneg Hatta Rajasa, Menko Perekonomian Boediono, Kapolri Jenderal Polisi Sutanto, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menteri PPN/Bappenas Paskah Suzetta. Laporan hasil temuan BPK yang disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat (15/6) tercatat, sekitar 5.241 rekening di sejumlah departemen bermasalah, terdiri atas temuan selama 2004-2005 sebanyak 3.100 rekening, dan tambahan temuan baru pada 2006 sebanyak 2.141 rekening. Total nilai rekening hasil temuan BPK mencapai senilai Rp9,08 triliun, dan sebesar Rp5,5 triliun telah ditutup dan digunakan sebagai sumber pembiayaan APBN tahun 2006. Menurut Menkeu, rekening liar hasil temuan BPK periode 2004 sudah ditutup, sedangkan pada 2005 sedang dilakukan inventarisasi terutama di kementeiran dan lembaga pemerintah. "Khusus temuan tahun 2006, kalau memang rekening itu dibutuhkan karena memang "de facto" membutuhkan pembukaan rekening, seperti asuransi yang merupakan dana penjamin bagi asuransi, maka harus dibuka dan dilaporkan kepada Menkeu," ujar Menkeu. Demikian halnya bea cukai yang merupakan suatu penerimaan berdasarkan operasi bea cukai juga harus dilaporkan secara reguler. Sri Mulyani juga menjelaskan, BPK juga menemukan adanya rekening penampungan penerimaan migas, yang menurut BPK tidak memenuhi standar akuntansi. Ia juga menyoroti masalah pembukaan rekening Menkeu hasil kontrak karya atau kontrak migas dimana pemerintah pada saat menerima bagi hasil minyak ditambah pajak, yang diletakkan dalam satu rekening tidak melakukan pemasukan langsung ke anggaran, tetapi dibagi dulu berdasrkan peruntukannya. "Untuk royalti, pajak, dan untuk bagi hasil itu dibagi dulu sebelum dia masuk ke budget. Sementara BPK beranggapan harusnya masuk dulu baru dibagi dalam budget. Ini hanya masalah akuntansi, ini akan diselesaikan," ujarnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007