Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Perekonomian Boediono menegaskan dana Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) tidak bisa digunakan langsung untuk subsidi harga minyak goreng maupun untuk pengembangan industri kelapa sawit. "Kalau untuk riset dan yang umum-umum bisa, tapi tidak bisa dikaitkan langsung (dengan industri) dan tetap harus masuk APBN baru dibahas (peruntukkannya)," katanya di Jakarta, Selasa. Menurut dia, pemerintah juga mempertimbangkan semua pilihan namun jika harga minyak goreng bisa stabil maka subsidi tidak dibutuhkan. Sebelumnya, pengusaha mendesak pemerintah mengalokasikan dana PE CPO dan turunannya yang sejak 15 Juni 2007 dinaikkan menjadi rata-rata 6,5 persen untuk pengembangan industri tersebut. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akhmaludin Hasibuan menjelaskan penambahan PE sebesar 5 persen akan menambah penerimaan negara sekitar Rp 3,36 triliun per tahun. "Angka itu didapat dari penambahan PE CPO sebesar 5 persen dikali harga rata-rata ekspor Rp 7.000 per ton dikalikan volume ekspor per tahun sekitar 9,6 juta ton," papar Akhmaludin. Dia menambahkan untuk jangka panjang, dana kenaikan PE CPO itu harus dialokasikan sebesar 30 persen untuk subsidi harga minyak goreng, 40 persen untuk riset industri hilir, dan 30 persen untuk kesejahteraan petani. Dalam rapat kerja Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dengan Gapki, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) mendesak pemerintah untuk segera merumuskan dan menerapkan Domestik Market Obligation (DMO) sebagai program stabilisasi harga jangka panjang. Terkait hal itu, Boediono mengatakan masih akan mengkaji usulan tersebut. "DMO kita lihat juga, itu memang suatu opsi, kita timbang dulu plus minusnya. Tapi dalam masa dekat ini, kebijakan pemerintah adalah mengenakan PE tambahan," ujar Boediono.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007