Istanbul, Turki, (ANTARA News) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu (9/12) mengatakan keputusan AS untuk mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel bertolak-belakang dengan hukum internasional dan resolusi PBB.
"Dewan Keamanan PBB telah melakukan tindakan besar untuk memukul pengumuman ini," kata Erdogan dalam satu pertemuan di Istanbul.
Ia mengatakan pengumuman mengenai Jerusalem tersebut telah membuat AS berbenturan dengan Resolusi 478 Dewan Keamanan --yang mengutuk upaya pencaplokan Israel atas Jerusalem Timur dan mendesak negara anggota PBB untuk menarik misi mereka dari Jerusalem.
"Bagaimana itu bisa mungkin? Anda membubuhi tandatangan dan sekarang anda membantahnya," kata Erdogan.
"Memimpin dunia tidak mudah dan menjadi kuat tak memberi anda hak ini," kata Erdogan mengenai Presiden AS Donald Trump, yang pada Rabu (6/12) mengubah kebijakan yang telah lama dipegang AS dengan mengumumkan keputusannya untuk mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memulai prosedur pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem.
"Para pemimpin negara besar bertugas mewujudkan perdamaian, bukan menciptakan konflik," kata Presiden Turki tersebut.
Erdogan juga menuduh Israel menjadi negara pendudukan, melakukan perluasan bertahap wilayah Israel dari 1947 sampai hari ini di peta yang terlihat di layar.
"Sekarang, dengan kekuatan polisinya, mereka menyerang anak-anak dan pemuda, dan menyebar teror," kata Erdogan, sebagaimana dikutip Xinhua. Sekali lagi, ia menggambarkan Jerusalem sebagai garis merah buat Dunia Islam.
Erdogan telah mengancam akan memutukan hubungan diplomatik dengan Israel dan menyerukan pertemuan puncak Organisasi Kerja Sama Islam di Istanbul pada 13 Desember.
Status Jerusalem termasuk di antara masalah inti yang berkaitan dengan konflik Palestina-Israel, sementara rakyat Palestina berusaha mendirikan negara merdeka dengan Jerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya.
(Uu.C003)
Pewarta: -
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017