Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai langkah pemerintah untuk menaikan pungutan ekspor (PE) CPO dan turunannya sebagai sebuah kepanikan karena adanya tekanan politis. "Menurut saya reaktif karena ada tekanan politiknya. Pemerintah sedikit agak panik. Pertumbuhan ekonomi itu dinyatakan berhasil jika rakyat bawah tidak kesulitan mendapatkan sembako, lalu mereka mempunyai kesempatan kerja yang luas. Dua indikator utama itu yang harus dicapai pemerintah dalam 1 tahun ini. Jadi dia harus `all out`," kata Ketua Kadin MS Hidayat di Jakarta, Selasa. Menurut Hidayat, dia juga tidak menyakini bahwa kenaikan PE CPO dari 1,5 persen menjadi 6,5 persen akan membuat produsen menambah alokasikan produksi mereka ke dalam negeri. "Para pemain ini sedang meluangkan kesempatan karena harga CPO sedang tinggi. Kedua mereka banyak berpartner dengan bank asing sehingga untuk mengubah seketika perlu waktu dan proses," katanya. Hidayat menjelaskan dirinya telah berdiskusi dengan Ketua Harian Dewan Sawit Nasional (DSN) yang juga anggota Kadin, Franky Wijaya dan menurut Franky, jika diberi waktu 1-2 pekan lagi, ketentuan kenaikan PE tidak perlu dkeluarkan. "Dia (Franky) melihat PE ini secara tidak langsung membuat pengusaha kecil sawit mensubsidi pengusaha besar karena 30 persen pengusaha sawit adalah pengusaha kecil dan menengah dengan jumlah produksi yang tidak selalu sama," katanya. Hidayat berharap tingginya ekspor CPO Indonesia ke luar negeri bukan sebagai hal yang membanggakan karena Malaysia lebih unggul dalam diversifikasi produk turunannya yang memberikan nilai tambah yang besar.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007