Menurut Sofyan, dalam rilisnya di Jakarta, Kamis, setidaknya ada empat hal yang bisa dipelajari dari kunjungannya ke pembangkit Ninghai berkapasitas total 44.000 MW yang dibangun China Shenhua Energy Company itu.
Pertama, tingginya kinerja salah satu pembangkit paling efisien di dunia itu. Pembangkit listrik, yang 35 persen batubaranya dari Indonesia tersebut, mempunyai tingkat efisiensi mencapai 280 gram/kWh.
Kedua, tingkat keandalan pembangkit berteknologi "ultra super critical" itu rata-rata mampu beroperasi hingga 95 persen setahun bila sedang tidak dilakukan perawatan dan 80 persen bila sedang ada perawatan.
Ketiga, memenuhi standar emisi Pemerintah Tiongkok yang sangat ketat dalam hal lingkungan.
"Dan keempat, kebersihan pembangkit yang terjaga baik," ujarnya.
Selain itu, Sofyan menambahkan kunjungannya juga ingin memastikan investor Shenhua dapat membangun PLTU IPP Jawa 7 dengan kualitas yang sama, yakni berkinerja tinggi dengan rendah emisi.
PLTU IPP Jawa 7 dikembangkan Konsorsium Shenhua Guohua dan PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dengan komposisi saham 70:30.
Pembangkit berkapasitas 2x1.000 MW yang sudah memulai konstruksi pada September 2017 itu ditargetkan rampung pada April 2020.
PLN membeli listrik Jawa 7 dengan harga 4,2 sen dolar AS per kWh.
"Kami harus akui pada masa lalu kontraktor pembangunan pembangkit yang digarap investor Tiongkok kualitasnya di bawah dan jauh dari harapan, sehingga membebani PLN dan berpengaruh pada ketersediaan daya listrik nasional," kata Sofyan.
Namun, lanjutnya, saat ini PLN lebih berhati-hati memilih investor Tiongkok yang salah satunya hanya bekerja sama dengan perusahaan milik pemerintah berpengalaman seperti Shenhua Energy.
Shenhua sebelumnya juga menanamkan investasinya di PLTU Sumsel-1, Muara Enim, Sumatera Selatan berkapasitas 2x350 MW.
Pada pembangkit itu, PT Shenhua Guohua Lion Power Indonesia bergabung dengan Indonesia LPE dengan pembagian saham 75:25.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017