Jakarta (ANTARA News) - Kendati calon gubernur petahana Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengantongi bekal elektabilitas yang perkasa di atas 50 persen, hingga kini belum ada kepastian dari partai pengusung utamanya PDIP.
"Tentang rencana pencalonannya. Ganjar sendiri masih belum terbuka menyatakan kesediaannya. Muncul spekulasi PDIP tak lagi mengusung Ganjar sebagai cagub kedua kali," kata peneliti senior LSI Network Denny JA, Toto Izul Fatah dalam siaran pers diterima di Jakarta, Kamis.
Jika itu yang terjadi, data LSI Denny Ja mengungkapkan, Pilkada Jateng 2018 akan membuka peluang terjadinya pertarungan seru, setidaknya empat calon potensial yang sudah mulai rajin bergerilya.
Mereka adalah Ferry Juliantono (Gerindra), Budi Waseso (Buwas) yang belakangan mulai terdengar akan diusung PDIP, Sudirman Said (Gerindra) dan Marwan Jafar (PKB).
"Namun, dari data hasil survei terbaru LSI, pertarungan sengit potensial terjadi antara Buwas dan Ferry Juliantono. Dalam simulasi head to head, Buwas dipepet tipis oleh Ferry dengan selisih 1 persen saja, yakni Buwas 12 persen dan Ferry 11 persen," kata Toto.
Secara statistik, posisi elektabilitas yang tipis dalam margin of error seperti itu cukup sulit untuk bisa disebut siapa pemenangnya atau siapa yang lebih unggul. Sementara yang lainnya, Sudirman Said dan Marwan Jafar sebenarnya juga punya potensi yang sama untuk menyalip. Terutama, jika merujuk pada tingkat pengenalan keempat calon tersebut yang masih rendah.
Itu artinya, baik Buwas, Ferry, Sudirman Said dan Marwan, sama-sama masih menyimpan modal yang bisa didongkrak agar lebih dikenal. Buwas misalnya, baru dikenal tak lebih dari 27 persen saja. Baik Buwas maupun Ferry sama-sama memiliki tingkat kepuasaan yang cukup tinggi, khususnya Ferry sebesar 70 persen yang buruk dan berbahaya itu, jika tingkat pengenalan tinggi, misalnya 90 persen, tapi tingkat kesukaan rendah.
"Model calon yang seperti ini biasanya kecil kemungkinannya untuk terpilih. Masih lebih baik calon yang tingkat pengenalan rendah, tapi kesukaan tinggi, 70 persen ke atas," kata Toto.
Calon yang seperti ini biasanya disebut "barang bagus" tapi belum dipasarkan dengan baik. Dan itulah yang terjadi dengan Buwas dan Ferry.
Jika saja Buwas dan Ferry bisa mendongkrak pengenalannya hingga 70 persen dalam satu atau dua bulan ke depan, keduanya potensial menembus angka elektabilitas 25 sampai 30 persen. Apalagi, jika pengenalannya tembus di angka 90 persen, bisa jadi elektabilitasnya sekitar 40 persen ke atas.
"Tentu, jika tingkat kesukaannya sekitar 80 persen. Berbeda dengan Ganjar Pranowo yang sudah aman dan nyaris berbanding lurus antara tingkat pengenalannya yang 95 persen dengan kesukaannya yang 90 persen. Sehingga wajar jika elektabilitasnya sudah diatas 50 persen dalam berbagai simulasi," kata Toto.
PR besar buat kandidat selain Ganjar, selain mendongkrak pengenalan dan kesukaan, juga membangun image/citra personal sesuai dengan yang diinginkan mayoritas publik Jateng. Yaitu, sikap dan keperibadian yang ramah, santun, jujur dan merakyat (90 persen), Bebas dari korupsi (93 persen) dan sanggup menyelesaikan masalah (90 persen).
Jika image itu mampu dilengketkan dengan figure yang bertarung tadi, potensi kesukaannya diprediksi akan semakin naik dan tentu saja berefek electoral terhadap keterpilihan calon tersebut.
"PR" besar tersebut, sekali lagi akan lebih ringan, jika Ganjar benar-benar tak jadi maju atau tak jadi diusung PDIP. Dugaan kearah sana belakangan terdengar mulai menguat karena berbagai pertimbangan, salah satunya, Ganjar diduga terkait kasus E-KTP yang ditangani KPK.
Dugaan semakin menguat setelah Ketua DPR yang juga Ketua DPP Golkar, Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka.
Ada kekhawatiran PDIP, jika Ganjar yang diusung, lalu ditengah perjalanan menuju ujung Pilkada Juni 2018 mendatang tiba-tiba ditetapkan tersangka. Sudah tentu, efek dominonya akan berimbas pada rontoknya citra PDIP, katanya.
Pewarta: Susylo Asmalyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017