Jakarta (ANTARA News) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan ada sembilan catatan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh institusi TNI yang akan dipimpin Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
"Calon Panglima TNI yang baru harus mampu merubah wajah TNI yang erat dengan kekerasan menjadi tentara yang humanis dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Yati Andriyani di Jakarta, Kamis.
Menurut Yati, hal itu menjadi sangat penting mengingat kultur kekerasan yang merupakan cerminan militeristik seolah tidak bisa dilepaskan dari wajah TNI hingga hari ini dan masih menjadi momok bagi kehidupan sipil.
Kedua, lanjutnya, menjadi penting bagi calon Panglima TNI yang baru untuk meninjau dan mengevaluasi ulang pelibatan TNI secara langsung dalam RUU Terorisme, karena berpotensi menabrak supremasi sipil, membuka ruang militer masuk ranah penegakan hukum, dan mengancam hak asasi manusia.
Ketiga, calon Panglima TNI yang baru didorong untuk dapat merevisi UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer sebagai satu-satunya alat uji akuntabilitas yang justru kerap dijadikan dalih mangkirnya aparat TNI dalam sejumlah tindak pidana maupun pelanggaran HAM.
Keempat, Yati berpendapat bahwa tolak ukur keberhasilan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI baru juga berkaitan dengan netralitas TNI dalam kepentingan politik.
"Hal ini menjadi tugas utama bagi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk menjaga stabilitas politik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan Pemilihan Umum 2019 termasuk untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang bernuansa politik untuk manuver politik," paparnya.
Kelima, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI baru juga didesak Kontras agar menghentikan kebijakan-kebijakan yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia serta mengevaluasi secara menyeluruh operasi yang berkaitan dengan militer.
Keenam, calon Panglima TNI yang baru juga harus memastikan bahwa anggotanya tidak terlibat dalam berbagai praktik bisnis guna menjamin profesionalisme institusi TNI.
Sedangkan PR ketujuh adalah melakukan evaluasi menyeluruh atas penggunaan pendekatan keamanan di wilayah konflik, dan PR kedelapan adalah merajut kembali harmonisasi antarlembaga.
Terakhir, Kontras mendesak Panglima TNI ke depan seharusnya bisa memberikan terobosan seperti mengeluarkan dokumen hasil Dewan Kehormatan Perwira (DKP) atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
Di tempat terpisah, Sidang Paripurna ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2017-2018 mengambil keputusan menyetujui Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI, dan akan ditindak lanjuti dengan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk dilantik.
"Menanyakan apakah laporan Komisi I DPR tentang hasil uji kelayakan calon Panglima TNI dapat disetujui," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam Sidang Paripurna DPR, di Jakarta, Kamis (7/12).
Setelah itu seluruh anggota DPR yang hadir dalam Sidang Paripurna DPR menyatakan persetujuannya Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017