Jakarta (ANTARA News) - Sequis, perusahaan asuransi yang mendukung literasi keuangan terutama bagi generasi muda, menggelar Sequis Talk untuk generasi milenial pada Rabu dengan tema “Millenials Business Forum: Better Finance, Better Tomorrow.”

Talk show sekaligus peluncuran forum bagi generasi milenial ini bertujuan untuk membekali generasi muda dengan pengetahuan mengenai bisnis, pengelolaan keuangan yang baik hingga berbagi pengalaman bagaimana memulai bisnis sejak muda.
Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya literasi keuangan saat ini masih rendah, terutama para generasi millenial yang dikenal cederung konsumtif dan tidak memiliki manajemen keuangan yang baik.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2016 menyebutkan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru sebesar 29,66%.
“Generasi muda ini nantinya akan menjadi penerus bangsa dan menjadi pelaku roda perekonomian Indonesia. Oleh sebab itu, sebaiknya sejak dini mereka diberikan pemahaman mengenai literasi keuangan, seperti melengkapi diri dengan proteksi asuransi dan investasi sebagai modal dalam membangun hari esok yang lebih baik untuk dirinya, keluarga serta perekonomian Indonesia,” kata Director & Chief Agency Officer PT Asuransi Jiwa Sequis Life Edisjah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Sementara itu, istilah investasi sendiri masih dianggap berat dan tabu bagi sebagian generasi milenial.
“Kebanyakan anak muda cenderung berpikir bahwa berinvestasi membutuhkan dana yang besar, mahal, dan hanya bisa dilakukan orang-orang tertentu saja. Padahal, investasi adalah salah satu proteksi keuangan yang bisa dilakukan siapa saja dan dapat dimulai dengan dana yang tidak besar. Berinvestasi reksa dana di Sequis, dapat dimulai dengan dana yang lebih murah dibanding segelas kopi di cafe,” tutur Director PT Sequis Aset Manajemen Poniman.
Pada kesempatan ini juga, Sequis berupaya membuka cara pandang generasi milenial akan adanya faktor risiko di dalam fase kehidupan yang sebaiknya diantisipasi sejak awal guna memastikan hari esok yang lebih baik.
“Kami merasa perlu menyadarkan generasi muda mengenai adanya siklus kehidupan; lahir, usia non produktif, usia produktif lalu kembali lagi ke usia non produktif (usia pensiun). Risiko kehidupan seperti pengeluaran tak terduga untuk biaya kesehatan, perbaikan kendaraan,dan risiko keuangan seperti inflasi, kehilangan pekerjaan serta gaya hidup masa kini menjadi tantangan tersendiri dalam mengelola perencanaan keuangan jangka panjang, “sebut Senior Business Development Manager PT Asuransi Jiwa Sequis Life Yan Ardhianto Handoyo,ST.
Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada tahun 1981-2000 atau berumur 17-36 tahun di tahun 2017. Berdasarkan data hasil proyeksi penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi penduduk Indonesia tahun 2017 didominasi oleh kelompok umur produktif yakni usia 15-39 tahun dengan jumlah sekitar 84,75 juta dari total penduduk Indonesia yang sejumlah 258 juta. Artinya sekitar 32% penduduk Indonesia kini didominasi oleh generasi milenial.
“Masalah finansial yang akan dihadapi generasi millennial 5-10 tahun ke depan diantaranya adalah pengeluaran lebih besar dari pendapatan, pinjaman yang bertambah, dan tidak dapat memiliki tempat tinggal karena pendapatan dan biaya cicilan rumah yang tidak seimbang,” lanjut Poniman.
Melihat pengeluaran milenial yang tinggi seperti makan restoran atau belanja di mall, generasi ini dianggap lebih memprioritaskan hal-hal jangka pendek dibandingkan yang bersifat jangka panjang.
Tetapi dibalik itu semua, generasi milenials adalah generasi cerdas, kreatif, dan mudah untuk mengelola informasi, dan cenderung memilih pekerjaan yang lebih bebas, kreatif, dan fleksibel sehingga kebanyakan dari mereka berhasil dan sukses ketika membuka usaha dan mengembangkan bisnisnya sendiri.
“Membuka bisnis sendiri adalah pekerjaan yang paling menjanjikan karena selain dapat mengatur hari libur dan jam kerja sesuai dengan kebutuhan dan aktivtias sehari-hari, yang kita lakukan ini juga membuka lapangan pekerjaan,” ungkap CEO PT JHD Randol Visi Utama (Radja Cendol) Danu Sofwan.
Masih menurut Danu, “Jangan hanya bermimpi agar dapat menjadi seseorang yang sukses dalam berbisnis, tapi cobalah untuk bergerak dengan memanfaatkan peluang yang ada di mana pun kalian berada dengan kemampuan yang kalian mliki”. Danu memulai bisnis cendolnya pada usia 27 tahun.
Pria kelahiran 1987 ini juga menganggap usia muda bukanlah halangan untuk menjadi sukses. Jika berani mengambil peluang usaha dan investasi maka kesuksesan sendiri yang akan mendatangi kita dan bukan sebaliknya. "Jika bisa sukses dari usia muda, kenapa tunggu nanti?,” tegasnya.
Melihat kondisi kaum milenial yang akan menjadi pelaku utama roda perekonomi di Indonesia, Sequis berharap dengan adanya “Millenials Business Forum: Better Finance, Better Tomorrow” dapat terbentuk sebuah kelompok anak muda yang sadar mengenai pentingnya proteksi dan investasi keuangan sejak dini.

Ke depannya pula Sequis berharap dapat menjadi sumber atau patron bagi generasi milenial bukan hanya sebagai penyedia asuransi namun juga menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan tentang berbisnis dan berinvestasi.


Literiasi Keuangan Riau


Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI mencatat masyarakat Provinsi Riau memiliki kemampuan melek keuangan atau literasi sebesar 29,45 persen lebih baik dibandingkan rata-rata angka nasional hanya 29,7 persen.


"Ini menandakan masyarakat Riau tingkat pemahamannya terhadap produk perbankan dan keuangan lebih baik dibandingkan daerah lain bahkan nasional, " kata Deputi Direktur Pengembangan Kebijakan Perlindungan Konsumen OJK, Rela Ginting dalam acara Pelatihan Wartawan Otoritas Jasa Keuangan yang diikuti lima wilayah regional yakni Aceh, Medan, Riau, Padang dan Riau di Aceh, Rabu.

Rela Ginting menjelaskan ini hasil survei yang dilakukan OJK bagi hampir 10 ribu responden di seluruh provinsi di Indonesia pada 2016 lalu.

Menurut Ginting lebih meleknya masyarakat Riau terhadap produk perbankan dan keuangan ditandai dengan mudahnya mereka tertarik terhadap penawaran model layanan jasa keuangan yang sediakan. Misalkan tabungan, saham dan lainnya.

Walau diakuinya sebenarnya tingkat melek keuangan dimasyarakat secara umum itu belum seperti yang diharapkan karena masih lebih cenderung kearah spekulasi.

"Literasi keuangan di masyarakat meningkat ia, namun belum sebaik begitu faham masih sifatnya spekulatif. Mereka lebih cenderung memperaktekkan tanpa memikirkan kan sebab dan akibatnya, misal membuat buku tabungan tanpa memikirkan manfaatnya, " tambahnya.

Selain literasi masih Ginting, jika dilihat dari sisi ketersediaan fasilitas dan jaringan terhadap layanan keuangan itu atau inklusi sendiri di Riau juga masih baik yakni 67,82 persen diatas rata-rata nasional hanya 69,45 persen.

Ia menyatakan ini tantangan bagi OJK kedepan untuk lebih lagi melakukan sosialisasi ke masyarakat, walau selama ini sudah diupayakan lewat kerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi, dan Pemerintah daerah dengan dibentuknya Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).

Lewat tim itu sambungnya diharapkan masyarakat semakin melek keuangan dan jaringan bank semakin terbuka maka percepatan kesejahteraan bisa baik. "Hingga kini sudah terbentuk sekitar 57 TPKAD di Indonesia, " tuturnya. Untuk itu ditambahkan dia kedepan perlu dilakukan pengaturan ulang terkait layanan konsumen dan diperkuat.

Pewarta: Antara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017