Jakarta (ANTARA News) - Industri kawat baja pratekan dalam negeri kembali bergairah karena didorong penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 28 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kawat Baja Beton Pratekan untuk Keperluan Beton secara Wajib. 

Regulasi ini juga diupayakan untuk mencegah beredarnya produk yang tidak bermutu di pasar domestik serta mengurangi ketergantungan terhadap produk impor serupa.

 “Penerapan SNI Wajib merupakan salah satu instrumen kebijakan teknis yang sangat penting guna melindungi industri dan konsumen dalam negeri. Jadi, SNI ini sifatnya mutlak kalau kita mau masuk menjadi bangsa industri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.

 Menurut Airlangga, penentuan standar pada suatu produk industri memerlukan prasarana teknis dan institusi pendukungnya. 

“Untuk itu, kami memfasilitasi melalui Balai Besar maupun Baristand Industri yang dimiliki oleh Kemenperin dalam penyediaan laboratorium uji SNI atau program pelatihan,” ujarnya.

 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara menjelaskan, pihaknya telah melakukan rangkaian kegiatan sertifikasi produk dalam upaya menjamin kawat baja pratekan yang akan dipasarkan harus sesuai standar yang ditetapkan.

"Hal ini agar melindungi pengguna dari aspek keselamatan. Apalagi, saat ini Indonesia sedang melakukan pembangunan infrastruktur yang cukup agresif,” terangnya.

Kawat baja pratekan ini umumnya digunakan untuk keperluan pembangunan konstruksi beton, seperti jembatan layang. 

Adapun beberapa jenis dari komoditas ini, antara lain tujuh kawat baja tanpa lapisan dipilin (PC Strand/KBjP-P7), kawat baja tanpa lapisan (PC Wire/KBjP), dan kawat baja quens atau quench temper (PC Bar/KBjP-Q).

 Ngakan menyampaikan, unit pelayanan teknis di bawah naungan BPPI Kemenperin mampu menjadi lembaga penilaian kesesuaian produk tersebut untuk sertifikasi dan laboratorium pengujian. 

Misalnya, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, Balai Besar Logam Mesin (BBLM) Bandung, Balai Sertifikasi Industri, dan Baristand Surabaya.

 “Kami akan memprogramkan penambahan kapasitas peralatan uji sehingga dengan upaya tersebut diharapkan Kemenperin dapat memberikan layanan kepada industri lebih optimal dan dapat terus menjamin mutu produk kawat baja pratekan yang beredar di pasar dalam negeri,” paparnya.

 Diharapkan pula, penerapan SNI ini dapat memacu investasi di Indonesia khususnya sektor industri logam. 

Hal ini seiring upaya pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif agar pelaku industri tetap bergairah melakukan ekspansi di Tanah Air. 

Data statistik menunjukkan, pertumbuhan industri logam pada tahun 2015 sebesar 6,48 persen atau naik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,05 persen.

 Pertumbuhan positif di sektor yang disebut sebagai mother of indutry ini, disebabkan oleh tingkat pertumbuhan sektor konstruksi yang rata-rata tumbuh mencapai 6,81 persen serta nilai investasi sebesar Rp33,8 triliun dalam periode dua tahun terakhir. 

Capaian dari industri logam nasional bisa berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional serta mampu mengisi rantai nilai dari industri hulu sampai hilir.

Sementara itu, pada tahun 2017, porsi infrastruktur di APBN meningkat 80 persen dari tahun sebelumnya dengan total mencapai Rp387,3 triliun. 

Situasi ini menciptakan peluang besar bagi sektor industri baja nasional agar dapat tumbuh dan berkembang karena berupaya memenuhi kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur tersebut.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017