Kuala Tanjung (ANTARA News) - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Persero memperkirakan dalam delapan ke depan tidak lagi mengimpor alumina bahan baku pembuatan aluminium setelah pabrik smelter Grade Alumina Refinery/SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat yang ditargetkan beroperasi penuh mulai tahun 2025.
"Jika proyek SGAR beroperasi, Inalum diproyeksikan tidak lagi mengimpor alumina. Selama ini impor alumina Inalum dari Australia bisa distop, karena nantinya sudah dapat diproduksi di dalam negeri," kata General Manager SDM & Umum Inalum, Moh. Rozak Hudioro, di sela Media Gathering Inalum 2017, di Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, Rabu.
Menurut Rozak, ketika smelter yang akan dibangun di kawasan Tanah Kuning, Kaltara tersebut dioperasikan maka dapat mendorong penghematan dan efisiensi, karena tidak lagi mengeluarkan devisa untuk transaksi pembelian alumina dari luar negeri.
Saat ini, kapasitas produksi Inalum di pabrik Kuala Tanjung, Sumatera Utara, mencapai 260.000 ton aluminium ingot dan diharapkan dapat ditingkan menjadi 500.000 ton pada 2022.
Ia menjelaskan, selama ini Inalum mengimpor alumina sebanyak 500.000 ton per tahun dengan harga alumina 400 dolar AS per ton.
"Artinya dalam satu tahun, Inalum mengeluarkan anggaran sekitar 20.000 dolar AS untuk kebutuhan alumina," ujarnya.
Dengan memiliki pabrik alumina sendiri di Mempawah, disamping hemat devisa juga harga alumina lebih stabil karena sudah diproduksi di dalam negeri dengan ketersediaan bahan baku bauksit yang lebih terjamin.
Indonesia memiliki cadangan bauksit bahan baku pembuatan alumina dalam jumlah besar, sehingga harus dimanfaatkan untuk keperluan hilirisasi aluminium di dalam negeri.
Berdasarkan data tahun lalu, kebutuhan alumunium dalam negeri sekitar 800.000 ton. Sementara kemampuan Inalum yang merupakan satu-satunya produsen aluminium baru bisa memenuhi permintaan 260.000 ton.
Untuk itu, Inalum harus memperbesar kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Menurut catatan, proyek pabrik smelter SGAR di Mempawah memasuki tahap penyelesaian uji kelayakan yang ditargetkan selesai tahun 2018. Direncanakan pembangunan tiang pancang perdana (groundbreaking) sekitar 2022 kemudian mulai beroperasi tahun 2025.
Tahap awal aktivitas produksi smelter akan menghasilkan sekitar 500.000 ton aluminium ingot. Tahap kedua, meningkat menjadi 1 juta ton dan tahapan selanjutnya diharapkan mencapai 1,5 juta ton.
Meski begitu kata Rozak, dalam mengoperasikan pabrik smelter harus diikuti dengan jaminan ketersediaan energi berupa pembangkit listrik.
"Bahan bakar menjadi salah satu komponen terbesar dalam operasional sebuah pabrik smelter," ujarnya.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017