Alat sensor ini nanti membantu sebelum menebar benih, tau lahan ini butuh berapa natrium, butuh berapa kcl, alat ini akan luar biasa."

Bogor (ANTARA News) - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menantang perguruan tinggi terutama Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk membuat alat sensor yang dapat mendeteksi kandungan hara dalam tanah untuk mendukung pertanian.

"Kami beri waktu enam bulan menemukan alat yang dibuat Amerika. Sensor ini harus jadi, buat sensornya berjalan, kerjaannya para mahasiswa semua. Ada IPB Perguruan tinggi manapun," kata Amran saat meresmikan pembukaan kembali Museum Tanah Indonesia di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Amran mempercayakan IPB karena beberapa waktu lalu sudah bekerja sama dengan rektor menemukan varietas padi IPB-3S yang produksinya mencapai 13 ton per hekatre. Saat ini benih tersebut sudah disebar ke sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurutnya, rata-rata produksi padi nasional 5,3 ton per hektare, dengan adanya IPB-3S jika seluruh wilayah produksinya naik, artinya produksi padi Indonesia bisa memberi makan seluruh Asia.

Berkaca dari keberhasilan tersebut, Amran menantang mahasiswa dari perguruan tinggi untuk membuat alat sensor pendeteksi hara tanah buatan dalam negeri. Alat tersebut sudah digunakan oleh sejumlah negara di Eropa.

Amran mengatakan Indonesia membutuhkan alat sensor tersebut karena selama ini dalam penebaran pupuk di lahan pertanian dipukul rata. Padahal tanah membutuhkan kandungan yang berbeda-beda.

"Alat sensor ini nanti membantu sebelum menebar benih, tau lahan ini butuh berapa natrium, butuh berapa kcl, alat ini akan luar biasa," katanya.

Alat sensor tersebut dibutuhkan karena dapat menghemat biaya pemupukan. Karena pola selama ini pembagian pupuk dipukul rata, dengan pola tanam seperti apapun, jumlah pupuk sama semuanya.

"Kenapa sih pupuk dibagi rata seluruh Indonesia, luas lahan perkebunan kita 46 hampir 50 juta hektare. Padahal hukum liebig itu mengatakan 16 unsur hara dalam tanah itu berbeda-beda," katanya.

Menteri meminta Sekretaris Jenderal untuk berkoordinasi dengan laboratorium tanah yang ada di Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian agar pembuatan alat tersebut dapat diwujudkan.

Ia mencontohkan keberhasilan alat mesin panen kombinas (combine harvester) dan rice transplate yang dibuat oleh peneliti dalam negeri. Sehingga sensor yang dimaksud juga bisa dibuat.

Dengan alat tersebut lanjutnya, bisa diketahui kebutuhan tanah tersebut apa sebelum dilakukan penanaman. Karena unsur hara pada tanah tidak sama (homogen) sehingga perlu dipakai hukum liebig.

"Nah unsur yang paling rendah itu yang menentukan produksi. Mana unsur yang paling rendah, ada 16 unsur yang penting dalam hukum liebig itu yang menentukan produksi," kata Amran.

Jadi lanjutnya dengan sistem sensor yang akan diciptakan tersebut, pemupukan diberikan untuk lahan yang kurang saja. Seperti halnya manusia jika kebutuhan karbon dan proteinnya cukup maka tidak mudah sakit.

"Kalau bisa jadi enam bulan," kata Amran.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017