Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Priyo Budi Santoso, mengatakan pertemuan konsultasi antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pimpinan DPR di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin malam, sedikit banyak telah mencairkan suasana tak harmonis di antara kedua lembaga negara. Priyo Budi Santoso yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR ini mengemukakan hal itu di Jakarta, Selasa, menyusul terealisasinya konsultasi di Kantor Kepresidenan, setelah sebelumnya hubungan kedua lembaga negara sempat "tegang", karena Interpelasi Nuklir Iran. DPR baru-baru mengajukan hak interpelasi dan minta Presiden menjelaskan langsung kepada Dewan mengenai dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Kemanan No 1747 tentang tambahan sanksi kepada pemerintah Iran yang dianggap melakukan pengayaan terhadap bahan bakar nuklirnya . Presiden tidak datang ke DPR dan mengirimkan Menteri Polhukam Widodo AS serta beberapa menteri ke DPR. Namun acara pemberian jawaban pemerintah itu ditunda karena di antara para anggota DPR sendiri terjadi sikap pro dan kontra mengenai harus atau tidaknya Kepala Negara datang. "Kita memberi apresiasi terhadap kesediaan Presiden. Rapat konsultasi itu berdampak positif terhadap hubungan Presiden dengan parlemen," katanya optimis. Setidaknya, lanjut Priyo Budi Santoso, forum komunikasi itu telah mulai mencairkan suasana tegang yang membuat suasana tak harmonis antar kedua lembaga tinggi negara ini. Pada acara ini, Presiden didampingi Wapres Jusuf Kalla, serta ketiga menko. Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono datang ditemani ketiga Wakil Ketua, masing-masing Soetardjo Soerjogoeritno, Zaenal Ma`arif serta Muhaimin Iskandar. Mencair Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR, Sutan Bathoegana, juga berpendapat langkah politik (konsultasi) itu hal yang biasa untuk mencairkan hubungan antar lembaga negara karena mulai" tidak harmonis" akhir-akhir ini. "Saya kira, meningkatkan hubungan silaturahim di antara pejabat lembaga negara adalah sesuatu yang baik untuk menyelesaikan masalah bangsa dan negara ini, khususnya berkomitmen sama-sama ingin menyejahterakan rakyat," ujar Sutan Bathoegana. Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, menegaskan jika Presiden Yudhoyono tetap tidak mau hadir dalam Rapat Paripurna Interpelasi Nuklir Iran dan bersikukuh pada Tata Tertib (Tatib) DPR RI, atau menggunakan pendekatan birokratis formalistik, maka hal itu merupakan haknya. "Kalau begitu, Wakil Presiden (Wapres) saja yang hadir mewakili pemerintah atau Presiden," katanya. Hal ini sangat bagus, karena menurut Tjahjo Kumolo, lembaga Kepresidenan itu adalah satu (Presiden dan Wapres). Secara terpisah Sekretaris Fraksi Partai Persatuan di DPR, Suharso Monoarfa, menilai kehadiran Presiden memang tidak bersifat mutlak. Akan tetapi, lanjutnya, juga sebaliknya, mewakilkan kepada menteri untuk menyampaikan jawaban dan keterangan pemerintah atas usul interpelasi parlemen tidaklah mutlak pula. "Pasal 174 ayat satu menyatakan pimpinan DPR mengundang Presiden untuk memberikan keterangan. Jadi jangan langsung ke Pasal 174 ayat empat yang menyebutkan bahwa keterangan dan jawaban Presiden dapat diwakilkan kepada menteri," ujarnya. Karena itu, demikian Suharso, ketika DPR mengharapkan kehadiran Presiden, maka semestinya dapat dipenuhi. "Kata "dapat" tidak mengandung pengertian kemutlakan seperti kata "harus". Itu beda," tukas Suharso. (*)
Copyright © ANTARA 2007