Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik Kementerian ESDM Hadi Mustofa dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Antonius Tonny Budiono," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa.
Tonny Budiono merupakan mantan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Sebelumnya, KPK akan memeriksa mantan Menteri Perhubungan 2014-2016 dan saat ini menjabat Menteri ESDM Ignasius Jonan sebagai saksi untuk tersangka Tonny Budiono pada Senin (4/12).
Namun, Jonan tidak dapat memenuhi panggilan KPK karena menerima tamu negara, yaitu Menteri Energi Ethiopia yang telah diagendakan sebelumnya.
KPK pun akan menjadwalkan kembali pemanggilan Jonan untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
"Jadi alasan ketidakhadirannya adalah telah teragenda sebelumnya yaitu menerima tamu negara, yaitu Menteri Energi Ethiopia. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dijadwalkan ulang," kata Priharsa di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/12).
Menurut Priharsa, penyidik membutuhkan keterangan Jonan karena yang bersangkutan dianggap memiliki informasi-informasi yang dibutuhkan dalam proses penyidikan kasus tersebut.
Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Selasa (17/10) lalu dalam kasus yang sama untuk tersangka lainnya, yaitu Adiputra Kurniawan yang merupakan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama.
Saat itu, KPK mendalami empat hal terhadap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017.
Pertama, penyidik mendalami tugas dan kewenangan dari Menteri Perhubungan.
Selanjutnya, penyidik mendalami apakah ada bagian dari kewenangan Menteri Perhubungan tersebut yang dilimpahkan ke Antonius Tonny Budiono.
Kemudian didalami juga apakah ada dan bagaimana aturan-aturan internal terkait dengan larangan penerimaan gratifikasi atau larangan penerimaan hadiah yang berlaku di internal Kementerian Perhubungan.
Terakhir. penyidik mendalami sejauh nama pengetahuan Menteri Perhubungan terkait dengan proses lelang pekerjaan pengerukan pelayaran di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
KPK telah menetapkan Antonius Tonny Budiono dan Adiputra Kurniawan sebagai tersangka terkait kasus tersebut.
Untuk tersangka Adiputra Kurniawan saat ini sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Adiputra Kurniawan didakwa menyuap Antonius Tonny Budiono sebesar Rp2,3 miliar terkait pekerjaan pengerukan pelabuhan dan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) untuk perusahaan tersebut.
Sebelumnya, saat kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 23-24 Agustus 2017, KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan Antonius Tonny Budiono.
Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar AS, poundsterling, euro, ringgit Malaysia senilai total Rp18,9 miliar berupa "cash" dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp1,174 miliar.
KPK juga telah merinci jumlah uang yang berada di dalam 33 tas saat operasi tangkap tangan itu.
Uang yang ditemukan KPK pada operasi tangkap tangan di lokasi kediaman tersangka Tonny Budiono di Mess Perwira Ditjen Hubla, yaitu 479.700 dolar AS, 660.249 dolar Singapura, 15.540 poundsterling, 50.000 dong Vietnam, 4.200 euro, dan 11.212 ringgit Malaysia. Sementara, dalam mata uang rupiah sekitar Rp5,7 miliar.
Diduga pemberian uang oleh Adiputra Kurniawan kepada Tonny Budiono terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Adiputra Kurniawan disangkakan melanggar disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Tonny Budiono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017