Umumnya buah melinjo diolah menjadi emping atau sayuran pelengkap dalam sayur asam, namun tidak di Desa Denai Lama, salah satu desa di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara.
Di Denai Lama, melinjo ternyata diolah menjadi kopi yang setelah diseduh air panas, menimbulkan sensasi "narik" di kepala. Viriya, salah satu jurnalis yang kebetulan mencicipi kopi tersebut, mengaku langsung "melek" dan rasa kantuk pada sore hari pun sirna.
"Langsung `narik` berasa di kepala. Tapi memang rasanya ya lebih dominan ke melinjo daripada rasa kopi," katanya.
Warna minuman kopi melinjo memang tidak hitam pekat seperti kopi biasanya, melainkan cokelat kekuningan dengan aroma melinjo yang mendominasi berasal dari ampas yang mengambang di permukaan gelas.
Olahan kopi melinjo ini ditemukan oleh Sang Kepala Desa Denai Lama, Parnu. Ia pernah menyabet juara pertama sebagai Pemuda Pelopor Ketahanan Pangan di Sumatra Utara pada 2016.
Berbekal dari pengalaman mengolah biji salak menjadi kopi saat mendampingi petani di Pulau Jawa, Parnu pun mencoba mengolah buah melinjo yang banyak berjatuhan di halaman rumahnya.
Melinjo yang bijinya sudah tua akan terlihat dari kulit luar berwarna merah, sedangkan kulit keras di dalamnya atau klatak berwarna hitam. Setelah dipecahkan dan dipisahkan dari klatak, daging buah melinjo lalu disangrai atau digongseng tanpa minyak di atas penggorengan hingga kecokelatan.
Setelah disangrai, melinjo yang sudah kering kemudian ditumbuk sampai halus dan kembali disangrai. Proses terakhir diayak agar tekstur bubuk kopi melinjo halus.
Parnu mengaku produk ini belum bisa dijualbelikan secara luas karena masih menunggu hasil uji laboratorium Universitas Sumatra Utara (USU) untuk mengetahui jumlah kandungan kolestrol yang terdapat dalam kopi melinjo.
Ia juga akan mencoba mencampurkan kopi jenis Arabica dalam kopi melinjo agar kandungan kolestrolnya tidak tinggi dan aman diminum untuk konsumen di atas 40 tahun.
Produk Unik
Selain diolah menjadi kopi, buah melinjo di Desa Denai Lama, juga disulap menjadi produk unik lainnya, seperti kue dan dodol, bahkan tepung yang bisa dicampur dengan nasi atau dibuat bubur sebagai makanan pendamping ASI untuk bayi.
"Rekomendasi dari salah seorang profesor di USU, kalau tepung melinjo ini dibuat bubur bayi sangat baik untuk pertumbuhan," kata mantan aktivis yang bergelut selama 12 tahun tersebut.
Markomel, camilan manis berbahan dasar melinjo mirip seperti "churros", kue kering asal Meksiko, juga menjadi oleh-oleh kebanggaan dari Denai Lama, hasil dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masyarakat setempat.
Warga Denai Lama saat ini hanya bisa memasarkan produk khasnya saat bazar, baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten. Markomel, emping pisang dan keripik pisang menjadi camilan yang laris diincar pembeli saat bazar.
Harganya terbilang murah yakni Rp10 ribu masing-masing untuk Markomel dan emping pisang, sedangkan keripik pisang hanya dibanderol Rp5.000 dalam kemasan sedang.
Parnu juga berhasil memasarkan jajanan tersebut masuk ke kantin-kantin sekolah setelah melobi Dinas Pendidikan setempat.
Emping dan keripik pisang pun, laris manis digemari anak sekolah karena dijual dengan harga terjangkau, yakni Rp1.000 dalam kemasan kecil.
Namun demikian, ia mengaku pemasaran produk masih menjadi kendala yang dialami Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Denai Lama. Oleh karena itu, izin BPOM dan sertifikasi halal juga sedang diproses agar produk kuliner bisa dipasarkan secara luas.
Selain produk kuliner, masyarakat juga memproduksi kerajinan tangan celengan, "puzzle", dan pajangan dari tempurung kelapa. Produk tersebut juga hanya dipasarkan saat pameran.
Harga kerajinan tangan bervariasi mulai dari Rp30 ribu sampai Rp100 ribu tergantung tingkat kesulitannya.
Nantinya, Desa Denai Lama akan memiliki rumah produksi yang dibangun dari dana CSR PT Angkasa Pura II sebesar Rp500 juta.
Rumah produksi tersebut akan dikelola oleh BUMDes dan menyatukan semua produksi hasil Denai Lama, baik kuliner maupun kerajinan tangan.
Desa Percontohan
Desa Denai Lama dinobatkan menjadi desa percontohan di Kabupaten Deli Serdang serta berhasil menorehkan prestasi Juara 2 Nasional Desa di Hati PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga).
Dengan lokasi yang hanya berjarak tujuh kilometer dari Bandara Internasional Kualanamu, Denai Lama tengah berbenah menjadi desa pariwisata.
Desa seluas 295,5 hektare ini memiliki empat dusun dengan jumlah penduduk 749 kepala keluarga (KK) pada 2016 dengan mayoritas beretnis Jawa.
Untuk mengembangkan menjadi desa wisata, setiap dusun telah ditugaskan untuk mengembangkan sesuai potensi, yakni Dusun 1 dikembangkan menjadi rumah pangan lestari dan pusat pengembangan anyaman lidi, Dusun 2 menjadi pengembangan UKM dan kawasan rumah pangan lestari.
Selanjutnya Dusun 3 dikembangkan untuk peternakan ayam petelur dan ayam potong dan Dusun 4 untuk agrowisata buah dan peternakan domba.
Memiliki total luas sawah 170 hektare, pendapatan mayoritas masyarakat berasal dari bertani. Desa ini pun mengalami surplus ketersediaan beras dan berhasil swasembada beras sejak 2014.
Dalam menarik wisatawan, Denai Lama saat ini tengah memperbanyak jumlah rumah warga yang bisa dijadikan penginapan "homestay". Saat ini baru ada lima rumah yang siap ditempati wisatawan.
Pengunjung akan ditawarkan paket wisata untuk tiga hari atau seminggu, mulai dari belajar kerajinan tangan sampai belajar Tari Serampang Duabelas.
Sejak dana desa diluncurkan pada 2016, Kades Parnu fokus untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur desa, seperti irigasi dan instalasi "paving block".
Namun, pada 2018, desa akan lebih fokus untuk pemberdayaan masyarakat, salah satunya dalam memasarkan produk kuliner dan kerajinan tangan.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017